“Pertanyaan sederhana itu menjadi panas pipi seperti usai dapat tamparan. Tentang blog olahraga.”
Aku mendadak mati kutu. Otak pun kosong. Ingatan bolong. Sama sekali tak ada kunci jawaban atas pertanyaan sederhana dari seorang teman tadi pagi.
“Mbak, tahu enggak blogger yang suka nulis tentang olahraga?”
Plasssss……..pertanyaan itu super ringan tapi jawabannya alamaaak!
Blog olahraga.
Saya mencoba nego.
“Kalau blog sepakbola masuk kriteria?”
“Eeeemm boleh deh.”
Rupanya aku juga tak tahu banyak. Hanya empat blog yang spontan bisa aku sebut: Pertama blognya bepe kemudian andibachtiar dan Pandit Football Satu lagi kepunyaan Mas Fim.
Dua akun pertama tak bisa lepas karena ketokohannya. Bepe, sapaan karib Bambang Pamungkas, justru menjadi anomali dengan blog-nya itu.
Sebagai eks kapten timnas dan pernah menjadi ikon Persija Jakarta serta kesibukan di luar lapangan dia masih sempat menuliskan riak-riak perjalanan karir di klub dan timnas. Bukan sekedar kicauan, Bepe menulis blog yang kemudian bahkan dibukukan.
Bepe juga berbagi pengalaman seramnya naik sepeda motor di jalanan ibukota atau berbagi motivasi di sana. Bepe juga seringkali mengutarakan sindiran kepada pihak-pihak yang dinilainya berjalan pada trek yang melenceng. Dia juga mulai coba-coba berbagi kebisaan menulis novel.
Anomali karena aktivitas itu tak banyak dilakukan pemain lain. Pemain Indonesia lho ya. Pemain bola dan atlet-atlet Eropa sih sudah menjadikan blog jadi alat jualan. Tak banyak pemain bola lokal bikin tulisan panjang. Paling banter berkicau lewat twitter.
Andi Bachtiar juga sohor. Dia seseorang, bukanlah–bukan siapa-siapa–. Dia sutradara film-film sepakbola, Hari Ini Pasti Menang (2013), The Conductor (2008) dan The Jak (2007).
Andi gemar menceritakan pengalaman-pengalaman turing ke stadion-stadion di negara lain. Atau sekedar obrolan dengan sesama pecinta sepakbola.
Blog ketiga pastilah akrab dengan mereka yang menyukai berlama-lama duduk di tribun menonton pertandingan bola. Atau buat mereka yang doyan nonton bareng di cafe-cafe. Bisa juga mereka yang yang memilih menyaksikan pertandingan sepakbola di rumah sendiri.
Blog milik pandit football ini menjadi konsumsi wajib jelang atau pascapertandingan. Kisah-kisah historis juga kerap kali diungkap penulis-penulisnya.
Mereka menggarap blog secara professional. Artinya mematok bayaran untuk tulisan-tulisan yang terbit di media. Makanya, akurasi dan gaya tulisan cukup ciamik.
Nah, blog terakhir sangat saya sukai: http://arekmantup.blogspot.com. Si pemilik tidak pernah mencari popularitas. Tapi saya paham dia sangat mencintai sepakbola. Dia teramat bangga dengan stempel suporter bola Indonesia.
Seperti dia sangat bangga lahir di Mantup, Lamongan, Jawa Timur. Dari desa kelahirannya itu, Mifta–ah, dia lebih senang disapa Fim–mulai menggocek bola. Kemudian seperti jutaan umat bola di dunia, dia juga menganggap stadion sebagai tempat ibadah.
Mas Fim tak berhenti menulis pengalaman spiritual dari stadion-stadion dan lapangan bola. Meski, dia ditepikan dari sekte olahraga. Kebijakan itu bukanlah alasan yang cukup buat dia berjauh-jauhan daari sepakbola.
Kemudian coba-coba berselancar, ternyata blog tentang sepakbola tidak sedikit. http://www.beritasatu.com/blog/author/pangeran-siahaan atau http://sekadarblog.com bisa juga http://www.kompasiana.com/budikristanto dikunjungi.
Rupanya jumlah blog olahraga tidak minim-minim amat. Namun, jumlahnya memang kalah jauh dibandingkan kuantitas blog traveling. Perbandingannya bisa dianalogikan dengan jumlah lapangan bola dengan destinasi wisata populer plus tersembunyi di Indonesia. Atau rasio tempat ngopi-ngopi di Jakarta dengan tempat olahraga.
Atau bandingkan harga tiket nonton bola Liga Super di stadion-stadion senusantara dengan harga ngetrip ke pulau-pulau di 33 provinsi Indonesia. Hitungan tak termasuk harga tiket ya. Karena bisa jadi setara.
Jika disimak, trek yang dilalui penulis blog olahraga dan traveling juga bertolak belakang. Para penulis blog olahraga sohor dulu, baru menulis. Sebaliknya para penulis blog perjalanan justru mendapatkan popularitas dan pemasukan materi dari nge-blog.
Soal kuantitas, blog olahraga kian minimalis dan sama sekali tidaak populis, jika mengkhususkan cabang olahraga di luar sepakbola. Berapa jumlah blog bulutangkis? Atau tinju? Basket? Tenis?
Menunjuk ke pelaku. Siapa petinju yang nulis blog? Pemain basket yang mengungkapkan suka cita dan kerikil karirnya? Atau adakah petenis atau pelari yang curhat lewat blog?
Saya tidak sedang menuding kealpaan mereka, tapi justru pertanyaan itu menjadi bahan introspeksi kepada diri sendiri. Tujuh tahun saya “berkantor” di stadion. Bersorak saat ada gol tercipta ataupun misuh-misuh karena kelakuan wasit yang berat sebelah.
Takut-takut tapi tetap harus harus melacak kebaradaan (waktu itu) Haruna Soemitro yang tiba-tiba raib. Melihat Istora dipenuhi tangis haru perpisahan Taufik Hidayat.
Serangkaian kisah yang sedikit itu seharusnya bisa diracik pada blog olahraga. Eh, tapi faktanya saya lebih senang berbagi cerita menyenangkan tentang perjalanan-perjalanan di luar stadion. Perjalanan yang seringkali tidak menjejak tribun stadion dan gedung-gedung olahraga.
Saya berdalih tidak sempat mencatatkan air mata lara atau suka cita mereka yang kalah ataupun sang juara ke blog olahraga. Tapi saya selalu mempunyai waktu luang untuk mengumbar keceriaan menggapai hidden paradise tanah air dan negara-negara lain.
Kemudian sederet pertanyaan singgah. Apakah saya benar-benar rela merogoh kocek yang setara dengan tiket pesawat pp dan keperluan saat ngetrip ke Raja Ampat, Papua Barat untuk menyaksikan timnas tampil di Stadion Utama Gelora Bung Karno?
Apakah saya akan nonton langsung ke markas Persiwa Wamena di Stadion Pendidikan saat Persebaya Surabaya bermain di sana?
Bagaimana takaran rasio keikhlasan saat menulis analisis pertandingan dengan saat menceritaan berliu-likunya perjalanan dari gunung tinggi atau pulau-pulau yang jauh.
Jika Presiden UEFA yang orang Prancis Michel Platini merasa tertampar dengan kekalahan dari Ukraina 0-2 pada leg pertama playoff Piala Dunia, kalimat penanya “blog olahraga” itu sudah cukup memberikan rasa sakit dengan kadar serupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar