Rabu, 08 Juli 2015

Ketika Taufik Hidayat Memilih Terbang Sendiri

 Sederet prestasi sudah ditorehkan Taufik Hidayat bagi Indonesia. Sekarang dia memilih untuk terbang sendiri. Regenerasi menjadi alasan utama.


Tak seperti biasa, Taufik Hidayat menggunakan lapangan latihan jauh dari pintu masuk Pusat Bulu Tangkis PB PBSI di Cipayung, Jakarta Timur. Dia juga tak berlatih dengan sesama tunggal pria.

Justru, dia bergabung dengan para pemain ganda di sudut lain. Tak disangka, itu menjadi kali terakhir Taufik mengayunkan raket di pelatnas Cipayung.

Kali terakhir berlatih bersama rekan-rekan sesama pelatnas. Menjadi bagian dalam tim elite bulu tangkis tanah air selama 12 tahun dilakoninya.

Kabid Binpres PB PBSI Lius Pongoh menyatakan, Taufik sudah memberikan keterangan resmi tak masuk pelatnas. Namun, Taufik masih enggan memberikan keterangan.

Barulah sehari kemudian (30/1), dia membenarkan pernyataan itu.

''Ya, kemarin menjadi waktu terakhir saya berlatih di pelatnas. Saya akui itu berat. Tapi, mungkin itu yang terbaik bagi saya dan (PB) PBSI,'' ucap Taufik membuka percakapan.

Bukan tak disengaja, Taufik mengadakan acara siang itu. Dia tak ingin namanya hilang begitu saja seperti para mantan atlet yang tak diingat meski memiliki karir mendunia semasa menjadi atlet.

Pernyataan itu sekaligus menegaskan langkah Taufik setelah sebulan lalu dipinang PB PBSI untuk kembali bergabung di pelatnas. Karir Taufik di pelatnas memang cukup panjang. Selama 12 tahun, dia bergaung di sana.

''Itu proses panjang dan berliku-liku,'' imbuh dia.

Rabu siang itu digunakannya untuk berpamitan kepada pengurus yang ada, Lius, dan Kasubid Pelatnas Christian Hadinata serta seluruh karyawan mulai cleaning service hingga tukang cuci.

''Tapi, belum semuanya bisa saya pamiti. Kemarin tidak sempat mengumpulkan semua,'' ucapnya.

Ami Gumelar, istri Taufik, tak menyangkal malam sebelumnya, sepulang dari pelatnas, suasana di kediaman mereka sangat tegang.

''Taufik menceritakan saat-saat terakhirnya di pelatnas dengan berkaca-kaca. Tapi, semua ini harus kami hadapi bersama. Ini sudah wacana lama, bukan keputusan emosional,'' ucap Ami.

Taufik memang tumbuh dan besar di sana setelah bergabung dengan PB SGS Elektrik Bandung. Berbagai prestasi prestisius, sikap kontroversial hingga kisah cintanya terukir di sana.

Mulai menjadi ketua panitia Idul Adha, ketua panitia 17-an, sampai harus berjuang memperebutkan gelar juara Olimpiade serta kejuaraan dunia pernah menjadi kewajiban yang diemban Taufik. Medali emas Olimpiade itu pula yang membuat Taufik sudah ingin gantung raket.

Di usia emasnya kala itu, pria kelahiran Bandung, 10 Agustus 1981, tersebut sudah berpikir mundur.

''Saya sudah berkonsultasi dengan orang tua, tapi mereka minta saya meneruskan dulu. Seiring berjalannya waktu, saya ternyata masih bisa memberikan prestasi untuk bangsa Indonesia,'' kenangnya.

Setelah Olimpiade itu, Taufik justru menjadi tumpuan Indonesia. Setahun kemudian, dia menjadi juara dunia. Lantas, Asian Games juga masih dikuasainya.

''Sekaranglah waktu yang tepat. PBSI butuh regenerasi, utamanya tunggal pria,'' jelas Taufik.

Dia juga membenarkan tak dipanggilnya Mulyo Handoyo, pelatih Taufik, ke pelatnas menjadi salah satu penyebab kebulatan tekadnya meninggalkan pelatnas.

''Tapi, bukan alasan pertama atau kedua. Karir Pak Mulyo masih lama, sedangkan saya sebagai pemain ada batasnya,'' ungkap Taufik.

Juara enam kali Indonesia Terbuka itu masih bertekad menekuni bulu tangkis. Minimal delapan super series bakal dilakoni.

Nah, di luar sana, Taufik tetap akan menggandeng manajemen yang dibentuk oleh teman-teman dan keluarganya. Untuk itu, ayah Natarina Alika Hidayat tersebut harus siap bekerja lebih keras.

Maklum, semua biaya akomodasi, transportasi, dan pendaftaran menjadi tanggung jawabnya. Begitu pula tempatnya berlatih.

''Justru itulah yang menjadi motivasi agar saya berprestasi lebih baik. Masa emas saya sudah lewat. Kini tinggal bagaimana saya memelihara yang saya miliki,'' tegas Taufik.

Meski tak lagi masuk pelatnas, Taufik tidak akan meninggalkan Indonesia. Dia tetap akan membawa bendera Merah Putih dalam tiap turnamen yang diikuti.

''Keluarga kami sangat Merah Putih. Tidak mungkin Taufik berganti warga negara,'' tegas Ami.

Pernah dimuat di Jawa Pos, 5 Februari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar