Senin, 06 Juli 2015

Masa Kecil Taufik Hidayat (4)

Pertanyaan sang ayah, Aris Haris, ketika ulang tahun ke-14 menjadi titik pancang kariernya di bulutangkis. Juga cara Aris menghadiahi lawan anaknya dengan uang Rp 10.000.


Taufik Hidayat seolah mendapatkan momentum kala menjadi juara Porseni. Dari ajang itu bakat Taufik terpantau dan mulai mendapatkan pengakuan.

Lawan-lawan di lingkungan kampung juga sudah tak berdaya. Dia tak mempunyai lagi lawan sepadan di usia kala itu.

Tak ingin anaknya diam-diam di rumah meluruhkan bakatnya begitu saja, sang ayah Aris Haris memutar otak mencari cara. Akhirnya dia mengadu Taufik dengan para pemain dewasa.

“Saya sampai harus sediakan uang Rp 10.000 untuk mencari lawan buat Taufik. Sudah nggak ada lagi anak-anak sepantaran yang bisa menandingi dia,” kata Aris.

Cara itu masih terus dipakai meskipun Taufik sudah mengasah ilmu di SGS Bandung.

“Sering kali saya memang main lawan orang-orang tua teman papa," kenang Taufik.

Tambahan ilmu di SGS Bandung makin membuat Taufik tak terbendung. Hingga akhirnya di usia 14 tahun sang ayah menanyakan keseriusan Taufik di bulutangkis.

Taufik tak sulit membuat pilihan. Apalagi lingkungan memang mendukung dia untuk lebih serius menekuni bulutangkis. Cita-cita di masa kecil untuk jadi pemain sepakbola sudah terlupakan.

“Contoh sukses ada di depan mata. Kalau mau mendunia lewat olahraga, bulutangkis memang adalah pilihannya. Apalagi waktu itu contoh nyata ada di depan mata,” kata Taufik.

“Papa juga menanyakan mau pilih sekolah atau bulutangkis di saat usia saya 14 tahun. Kalau mau sekolah belum telat, kalau tetap main bulutangkis ini saatnya. Saya bilang saya pilih bulutangkis,” jelas bapak dua anak itu.

Aris juga masih ingat benar dengan pilihan yang disodorkan dia kepada Taufik.

“Saya selalu bertanya kepada Taufik. Kamu mau jadi apa di sana? Dari kampung ke klub, saya ajukan pertanyaan itu. Begitu pula ketika dia masuk pusdiklat. Nah, di pusdiklat ini saya tekankan lagi, saya tanya lagi lebih serius. Dia mau ke mana?” ucap Aris.

“Dia ini anak laki-laki, mau jadi apa kalau tidak bersungguh-sungguh. Saya bersyukur dia menemukan jalan di bulutangkis."

Saat melakukan sebuah kegiatan sosial di kampung halamannya baru-baru ini Taufik pun menularkan pengalaman panjang itu kepada siswa sekolah kompleks di SDN 1 dan SDN 3 Pangalengan. Satu kalimat singkat dipilih sebagai penutup.

“Jangan berhenti bermimpi ya,” pesan pemilik medali emas Olimpiade 2004 Athena itu. (Bersambung)

Pernah dimuat di detikSport


Tidak ada komentar:

Posting Komentar