Hendra Setiawan yang berpasangan dengan Mohammad Ahsan sukses mengembalikan pamor ganda putra Indonesia di All England 2014. Bagi Hendra torehan positif itu sekaligus membuat komplet titel juara di turnamen individu.
Hendra kalem saat keluar dari ruang ganti di Sportmall Britama Kelapa Gading, Jakarta Utara Maret 2012 saat Axiata Cup. Padahal, dia sedang dirundung situasi yang kurang mengenakkan.
Hendra sih tidak mengumumkan secara langsung kerugian yang dideritanya malam itu. Bukan soal kalah menang di lapangan. Ada hal lain.
Fakta itu terungkap ketika ada seorang wartawan yang meminta pin blackberry dia.
“Blackberry saya hilang barusan,” kata Hendra sembari nyengir waktu itu.
Ucapan simpati pun tak pelak diungkapkan awak media yang mencegatnya di sana. Hendra menanggapi dengan ucapan terima kasih dan senyuman!
Tapi Hendra yang dikenal sebagai sosok kalem—menjawab ya atau tidak setiap kali ditanya dan pilihan kata seminimal mungkin–mulai menunjukkan gelagat lain. Dia seakan ingin berlama-lama ngobrol dengan para pewarta.
Bukan, bukan untuk melanjutkan curhat tentang blackberry-nya yang hilang. Bagi dia mungkin blackberry bisa segera dibeli lagi. Rupanya, ada hal lebih besar yang ingin diungkapkannya. Hendra seolah menyimpan bisul yang sudah tua, bisul yang sudah harus dipecahkan malam itu.
Setelah beberapa saat, mungkin setelah menimbang-nimbang dengan matang, Hendra akhirnya 'memecahkan bisul' itu di hadapan kami, para pewarta.
Hendra dengan suara lirih mengungkapkan hasratnya kembali menjadi skuat Cipayung!
”Saya belum juara All England. Saya ingin kembali ke pelatnas untuk bisa juara,” kata Hendra.
Kami pun terkejut dibuatnya. Tak ada rumor sebelumnya kalau hendra akan ke pelatnas lagi. Memang sih dia dan pasangannya, Markis Kido, tetap bersedia tampil untuk pelatnas, tapi bukan kembali ke pelatnas.
Tapi bagaimanapun, pernyataan Hendra cukup masuk akal. Ya, tak ada gelar perorangan lain yang amat sangat diinginkan Hendra kecuali All England. Semua titel sudah didapatkan. Juara dunia, medali emas Olimpiade, juara Asian Games dan juara SEA Games. Nyaris komplit, kecuali All England.
Di level Asia Tenggara SEA Games pebulutangkis yang besar di PB Jaya Raya Jakarta itu mulai mengukir perburuan gelar. Ditotal jendral dia mengoleksi enam medali emas, dengan rincian tiga dari kategori beregu (2007, 2009, 2011) dan tiga nomor perorangan (2005, 2007, 2009). Predikat-predikat juara itu didapatkan bersama Kido.
Asia juga sudah ditaklukkan. Keduanya menjadi pemilik medali emas Asian Games 2010 di Guangzhou. Medali emas Kejuaraan Dunia didapatkan Kido/Hendra pada 2007 di Kuala Lumpur. Puncak prestasi diukir kedua pemain itu di Beijing saat Olimpiade 2008. Mereka menjadi penyelamat tradisi emas Olimpiade Indonesia.
Tapi perjalanan pasangan yang amat sangat serasi itu tak bisa dilanjutkan dalam sangkar pelatnas PBSI. Sebabnya, Kido mulai akrab dengan cedera. Kondisi Kido makin parah karena kemudian dia juga terkena tekanan darah tinggi pada suatu hari.
Kido merasa porsi latihan di pelatnas mulai amat berat. Sinyal untuk meninggalkan pelatnas menguat.
Hendra yang sudah merasakan susah senang sejak di klub, merintis jalan di pelatnas hingga merasakan panen prestasi dan materi pun setia. Seperti biasanya, tak banyak cingcong bungsu dari tiga bersaudara itu setia mengikuti Kido untuk berkarier di luar pelatnas. Toh, sponsor tak sulit didapatkan.
Mereka pun sepakat mundur dari pelatnas. Justru PBSI yang berat melepas duo pemain beda karakter itu. Tapi, apa mau dikata keputusan bulat.
Akhirnya PBSI melepaskan mereka dengan catatan: Kido/Hendra harus siap dipanggil timnas sewaktu-waktu. Kesepakatan dicapai.
Demi menjaga kualitas, pelatih ganda putra Sigit Pamungkas pun ikut meninggalkan pelatnas.
Tapi rupanya situasi di luar pelatnas tidak mudah. Latihan tak bisa serutin saat mereka tinggal di Pusat Bulutangkis Indonesia.
Dari soal lapangan saja. Para pemain pelatnas tak perlu susah payah. Dari jendela kamar di asrama pelatnas, hall yang berisi 21 lapangan pun kelihatan.
Sebaliknya, setela berada di luar pelatnas keduanya harus mengeluarkan uang untuk latihan. Juga butuh moda untuk menuju lokasi.
Tanpa lingkungan yang memang sudah dikondisikan untuk latihan, latihan dan latihan, disiplin latihan Kido/Hendra kendor. No pan no gain, performa Kido/Hendra pun naik-turun. Keduanya bukan lagi ganda putra yang ditakuti.
Kido sudah santai menanggapi masa depannya.
Hendra? Dia masih gatal untuk merasakan menjadi juara sebuah turnamen bulutangkis tertua sejagad raya: All England.
Lirih pernyataan di Sportmall Britama itu tak hanya didengarkan pewarta. Ada teori konspirasi yang terjadi seperti kalimat Paulo Coelho di novel Alchemist. “And, when you want something all the universe conspires in helping you to achieve it”. Ada jagat raya yang turut mendengarkannya.
Pebulutangkis kelahiran Pemalang, Jawa Tengah itu memang tak begitu mengenal novelis kelahiran Brasil tersebut. Dia juga tak pernah tahu sebelumnya jika kalimat itu tertera dalam buku tersebut.
Tapi, Hendra tahu dan meyakini kalau dirinya hanya butuh keyakinan, kerja keras dan doa untuk mencapai puncak tertinggi karier sebagai pemain bulutangkis.
Hendra juga sudah melaksanakan satu hal yang penting dalam pencapaian cita-cita menurut motivator-motivator manapun. Yaitu, ceritakanlah mimpi itu kepada orang lain. Malam itu dia mengumumkannya di hadapan awak media.
Keinginan Hendra itupun berkembang menjadi sebuah spekulasi besar. Kabar itu menggelinding serupa bola salju.
Apalagi ada faktor-faktor lain yang mendukung. Pertama, dia makin rutin latihan di Cipayung. Kedua, pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi berniat membongkar pasangan yang dimiliki.
Disebut-sebut Mohammad Ahsan yang bakal jadi kandidat utama pengganti Kido. Sebagai pemain belakang Ahsan punya gebukan istimewa. Hanya saja prestasinya tak meledak bersama Bona Septano.
Artinya, PBSI memang sedang membutuhkan pemain depan yang oke. Toh keduanya juga pernah berpasangan di Piala Sudirman 2009. Hasilnya lumayan bikin kejutan buat lawan.
Rumor itu menjadi kenyataan. PBSI memisahkan Bona dan Ahsan. Lewat konferensi pers di PBSI pada akhir Agustus PBSI mengumumkan Hendra dipasangkan dengan Ahsan.
Tak butuh waktu lama, Ahsan/Hendra langsung klop. Sinyal positif ditunjukkan saat keduanya diterjunkan di Denmark Super Series 2012. Di turnamen perdana itu mereka membuat hasil lumayan, jadi semifinalis. Memulai 2013 juga dengan hasil yang tak buruk-buruk amat. Mereka mencapai final dan jadi runner-up.
Kemudian, keduanya naik podium pada Malaysia Terbuka. Indonesia Terbuka juga jadi panggung mereka. Sekali lagi Hendra menjadi juara dunia.
Ahsan/Hendra mengukuhkan sebagai kekuatan paling ditakuti sepanjang 2013 dengan menjadi juara dunia. DI akhir tahun mereka makin memantapkan diri sebagai pasangan terkuat sebagai jawara Super Series Final Masters di penghujung tahun.
Memasuki 2014, perjalanan tak mulus untuk keduanya di tahun ini. Performa Ahsan terganggu cedera punggung sepulang dari Malaysia Open Super Series sebagai juara. Tapi Hendra adalah sosok pendiam yang kokoh berdiri di atas tekad. Dia mengingat lagi alasan utama comeback ke pelatnas. Dia ingin jadi juara All England.
Semangat itu diungkapkan kembali tepat setelah kelahiran bayi kembarnya. “Belum lengkap, kan belum juara All England,” ucap Hendra yang lagi, lagi dengan kalimat pendek.
Hendra melengkapi tekad kuat itu latihan berat. Bahkan, dia membatasi perayaan menjadi ayah baru saat istrinya, Sandiano Arief atau yang akrab disapa Sansan, melahirkan bayi kembar, Richard Heinrich Setiawan dan Richelle Heiley Setiawan. Hendra hanya menengok istri dan anak-anaknya di Surabaya selama tiga hari.
Beruntung, Hendra besar di keluarga bulutangkis. Orang tua, besan dan anggota keluarga lainnya memberikan restu.
“Hendra sering bilang kepengin banget juara All England. Dia latihannya rajin banget. Nengok istri lairan juga cuma sebentar,” kata Silvie Hendrawan, kakak Hendra.
Pengorbanan itu berbuah manis, melebihi manisnya gula-gula Sugarpova. Momen istimewa itu terjadi pada Minggu (9/3/2014).
Smes nyangkut lawan memastikan Hendra yang berpasangan dengan Ahsan sukses menjadi juara All England. Ganda nomor satu dunia itu mengalahkan pasangan Jepang Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa dengan skor 21-19, 21-19 di National Indoor Arena, Birmingham.
Kemenangan di partai final itu kian istimewa. Mereka sukses mengakhiri paceklik gelar ganda putra setelah 11 tahun lamanya. Candra Wijaya/Sigit Budiarto yang terakhir kali bisa mendapatkannya.
Setelah itu, Alvent Yulianto dan Luluk Hadiyanto hanya bisa sampai semifinal kemudian perempatfinal di tahun berikutnya. Bahkan, Hendra yang berpasangan dengan Kido belum mendapatkan predikat juara All England.
Buat Hendra, titel juara itu juga tak kalah membahagiakan. Ipar ekspemain nasional tunggal putra, Hendrawan, itu berhasil masuk jajaran super elite pebulutangkis nasional. Dia satu dari sedikit pemain yang punya gelar individu secara komplet. Hendra sudah benar-benar seorang juara!
“Target selanjutnya adalah Piala Thomas dan Asian Games, jadi kami bersiap untuk kedua turnamen penting ini. Kami ingin sekali bisa menjadi juara lagi,” ucap Hendra.
Sekali lagi S, jagad raya akan berkonspirasi agar ‘bisul yang sudah pecah’ itu terjadi.
Pernah dimuat di detikSport 10 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar