Dua nama muncul sebagai calon ketua umum PBSI periode 2012-2016, Gita Wirjawan dan Wiranto. Pilih siapa?
Sosok militer dalam tampuk kepemimpinan PBSI bukanlah pengalaman baru bagi induk organisasi tepok bulu Indonesia. Sebelum Gita Wirjawan, PBSI dipimpin oleh Panglima Djoko Santoso.
Semasa kepemimpinan Djoko, boleh dibilang PBSI menjalani masa kegelapan prestasi. Tradisi emas Olimpiade terhenti, juga untuk pertama kalinya Piala Thomas gagal ke semifinal.
Atmosfer di pelatnas juga kurang sip. Ketua umum cuma sekadar 'pajangan'. Kesibukan dalam tugas kenegaraan seorang panglima membuat peran sekretaris jenderal PBSI lebih menonjol. Kala itu sekjend dijabat oleh Ketua mum Pengprov PBSI Jawa Timur, Jacob Rusdiyanto.
Kini, PBSI membuat langkah serupa. Memunculkan calon ketua umum seorang jenderal yang juga menjabat sebagai menteri koordinator. Dengan tradisi pemilihan ketua umum PBSI yang pada akhirnya dipilih secara aklamasi dan mendukung calon baru yang muncul, maka bisa terbaca ketua umum nanti adalah Wiranto yang seorang jenderal dan menko polhukam.
Maka menjadi sebuah hal yang wajar, kan kalau banyak yang mereka-reka potensi ketua umum sebagai pajangan akan berulang lagi?
Padahal zaman sudah berubah. Kerja ketua umum PBSI di masa kini sudah tak bisa disambi. Apalagi dengan jabatan menko polhukam yang tengah diberi tugas untuk memberantas pungutan liar, juga agenda demo besar pada 4 Oktober nanti.
Ya, PBSI mau tak mau harus berubah. Tak bisa lagi kerja setengah-setengah. Turnamen yang berderet-deret, di level elite dan lapisan di bawahnya. Belum lagi ajang beregu setiap tahun berselang-seling Piala Thomas Uber dan Piala Sudirman. Juga multievent SEA Games, Asian Games dan Olimpiade.
Dengan sejarah juara, tentunya Indonesia tak cuma bisa mengirim atlet dan pulang dengan tangan kosong, sekadar jadi penggembira istilahnya. Kondisi itu dipahami benar oleh pengurus provinsi.
"Tuntutan seorang ketum PBSI sangat tinggi saat ini. Sebagai gambaran kita jadi runner-up saja sudah dianggap gagal," ucap Wijanarko Adi Mulya, ketua umum Pengprov PBSI Jawa Timur.
Belum lagi tuntutan pengurus provinsi yang selalu ingin diperhatikan. Kok bisa?
Ya, fakta di lapangan sebelum Munas dan pada Munas di Surabaya perhatian ketua umum ini terus didengungkan, selain soal desentralisasi, oleh pengprov peserta Munas.
Pengprov-pengprov PBSI menyatakan ketidakpuasan atas kinerja kabinet Gita soal minimnya kehadiran ketua umum atau sekretaris jenderal pada acara di daerah. Di antaranya, kehadiran Gita atau Anton Subowo dalam pembukaan sirkuit nasional yang diputar di daerah dan pelatikan pengurus provinsi.
Dua poin itu memang kurang dipraktikkan Gita dalam masa kepengurusan. Dua poin itu pula yang dibuat pendukung Wiranto untuk melemahkan Gita.
Dalam laporan pertanggungjawabannya kepada pengurus PBSI yang dibacakan Minggu (31/10/2016) pagi, Gita mengunggulkan tiga aspek kepengurusannya. Pertama soal sistem kontrak pemain, dari kolektif menjadi individu. Kemudian akuntabilitas keuangan organisasi dan regenerasi.
Pengprov PBSI menerima laporan itu dan memujinya.
Nah, menilik dua calon yang muncul, boleh dibilang Gita memiliki waktu lebih senggang. Dia tak lagi terlibat dalam partai politik. Gita juga tak memegang jabatan apapun dalam pemerintahan. Soal manajerial dan lobi-lobi sponsor Gita sudah membuktikan dengan menghidupi PBSI lewat dana swasta, bukan menyusu kepada pemerintah.
Selain tiga aspek yang disebutnya dalam laporan pertanggungjawaban itu, Gita bikin gebrakan: membuat PBSI lebih modern dan kekinian. Informasi perkembangan prestasi PBSI bisa dengan mudah didapatkan lewat website Badminton Indonesia, twitter, dan instagram mereka, kan?
Memang kebijkan PBSI tak melulu bikin pro, satu kebijakan pelatnas PBSI yang hanya membolehkan media melongok pelatnas pada hari Rabu dan Jumat sempat dikritik. Juga ketika Gita sempat menghilang usai mengikuti konvensi Demokrat.
Tapi ya itu tadi, faktanya 33 pengprov--1 pengprov sebagai peninjau--menerima dengan pujian kinerja Gita selama empat tahun ini.
Coba tanya kepada atlet lebih senang mana, kontrak individu atau kolektif? Perubahan sistem kontrak pemain itu bisa dikembangkan semasa kabinet Gita setelah mereka membuka diri kepada beberapa produsen apparel untuk menjadi sponsor pribadi skuat pelatnas, juga sponsor PBSI. Sebelumnya PBSi hanya membolehkan satu apparel sebagai sponsor PBSI. PBSI lah yang mengolah dana untuk operasional dan kontrak atlet.
"Diibaratkan membangun rumah, Pak Gita sudah berhasil membuat bangunan setengah jadi, tinggal atap yang belum," tutur salah satu peserta pengprov.
Soal regenerasi dan kaderisasi, Gita juga berhasil membawa pulang pelatih-pelatih top Indonesia yang menangani negara lain. Seperti Rexy Mainaky yang kini menjabat ketua bidang pembinaan dan prestasi, juga Eng Hian dari Singapura yang berhasil mengangkat prestasi ganda putri. Selain itu. kabinet Gita telah berhasil mengajak mantan-mantan pemain, seperti Susy Susanti untuk masuk dalam kepengurusan.
Boleh dibilang Gita berhasil membuat PBSI tak menyusu kepada pemerintah.
perkembangannya kini dalam Munas, pengurus provinsi malah berharap mereka mendapatkan back up yang kuat dari orang pemerintahan. Apalagi kalau bukan soal dana biar lebih lancar?
Sebuah pemikiran yang mundur dengan ingin menyusu lagi kepada APBN atau APBD.
Selain itu, kesibukan Wiranto sebagai Menko Polhukam tak djadikan soal. Mereka tetap optimistis bisa didampingi oleh Wiranto setiap kali ada pelantikan atau pembukaan sirnas.
Tampak ada standar ganda kepada Gita dan Wiranto, bukan?
"Dengan kedudukan beliau yang sekarang tentu mencari sponsor akan lebih mudah karena pembinaan tanpa anggaran yang besar, olahraga tidak akan berkembang. Makanya kami meminta Pak Wiranto untuk menjadi ketum PBSI. Itu alasannya," kata TB Herman, ketua pengprov Aceh, yang menjadi salah satu provinsi yang turut dalam tim sukses Wiranto.
Padahal posisi Wiranto sudah disoal oleh Menteri Pemuda dan Olahraga imam Nahrawi. Dia mengingatkan agar cabang olahraga prioritas, termasuk bulutangkis, dipimpin oleh seorang ketua umum yang siaga 24 jam.
Sementara itu, Wiranto tengah menjabat sebagai menteri koordinator politik, hukum, dan keamanan. Yang kini kinerjanya tengah diuji untuk membersihkan pungutan liar lewat paket kebijakan hukum. gkis tak jadi pekerjaan sambilan.
"Ini peringatan karena target ke depannya sangat berat maka dibutuhkan orang yang benar-benar bisa siaga 24 jam untuk mengurus atlet. Jangan sampai fokusnya terganggu maka itu butuh orang yang kerjanya tidak disambi," ucap Imam.
***
Ditulis sebelum pemilihan ketua umum PBSI 2016-2020
Surabaya, 31 Oktober 2016
Sosok militer dalam tampuk kepemimpinan PBSI bukanlah pengalaman baru bagi induk organisasi tepok bulu Indonesia. Sebelum Gita Wirjawan, PBSI dipimpin oleh Panglima Djoko Santoso.
Semasa kepemimpinan Djoko, boleh dibilang PBSI menjalani masa kegelapan prestasi. Tradisi emas Olimpiade terhenti, juga untuk pertama kalinya Piala Thomas gagal ke semifinal.
Atmosfer di pelatnas juga kurang sip. Ketua umum cuma sekadar 'pajangan'. Kesibukan dalam tugas kenegaraan seorang panglima membuat peran sekretaris jenderal PBSI lebih menonjol. Kala itu sekjend dijabat oleh Ketua mum Pengprov PBSI Jawa Timur, Jacob Rusdiyanto.
Kini, PBSI membuat langkah serupa. Memunculkan calon ketua umum seorang jenderal yang juga menjabat sebagai menteri koordinator. Dengan tradisi pemilihan ketua umum PBSI yang pada akhirnya dipilih secara aklamasi dan mendukung calon baru yang muncul, maka bisa terbaca ketua umum nanti adalah Wiranto yang seorang jenderal dan menko polhukam.
Maka menjadi sebuah hal yang wajar, kan kalau banyak yang mereka-reka potensi ketua umum sebagai pajangan akan berulang lagi?
Padahal zaman sudah berubah. Kerja ketua umum PBSI di masa kini sudah tak bisa disambi. Apalagi dengan jabatan menko polhukam yang tengah diberi tugas untuk memberantas pungutan liar, juga agenda demo besar pada 4 Oktober nanti.
Ya, PBSI mau tak mau harus berubah. Tak bisa lagi kerja setengah-setengah. Turnamen yang berderet-deret, di level elite dan lapisan di bawahnya. Belum lagi ajang beregu setiap tahun berselang-seling Piala Thomas Uber dan Piala Sudirman. Juga multievent SEA Games, Asian Games dan Olimpiade.
Dengan sejarah juara, tentunya Indonesia tak cuma bisa mengirim atlet dan pulang dengan tangan kosong, sekadar jadi penggembira istilahnya. Kondisi itu dipahami benar oleh pengurus provinsi.
"Tuntutan seorang ketum PBSI sangat tinggi saat ini. Sebagai gambaran kita jadi runner-up saja sudah dianggap gagal," ucap Wijanarko Adi Mulya, ketua umum Pengprov PBSI Jawa Timur.
Belum lagi tuntutan pengurus provinsi yang selalu ingin diperhatikan. Kok bisa?
Ya, fakta di lapangan sebelum Munas dan pada Munas di Surabaya perhatian ketua umum ini terus didengungkan, selain soal desentralisasi, oleh pengprov peserta Munas.
Pengprov-pengprov PBSI menyatakan ketidakpuasan atas kinerja kabinet Gita soal minimnya kehadiran ketua umum atau sekretaris jenderal pada acara di daerah. Di antaranya, kehadiran Gita atau Anton Subowo dalam pembukaan sirkuit nasional yang diputar di daerah dan pelatikan pengurus provinsi.
Dua poin itu memang kurang dipraktikkan Gita dalam masa kepengurusan. Dua poin itu pula yang dibuat pendukung Wiranto untuk melemahkan Gita.
Dalam laporan pertanggungjawabannya kepada pengurus PBSI yang dibacakan Minggu (31/10/2016) pagi, Gita mengunggulkan tiga aspek kepengurusannya. Pertama soal sistem kontrak pemain, dari kolektif menjadi individu. Kemudian akuntabilitas keuangan organisasi dan regenerasi.
Pengprov PBSI menerima laporan itu dan memujinya.
Nah, menilik dua calon yang muncul, boleh dibilang Gita memiliki waktu lebih senggang. Dia tak lagi terlibat dalam partai politik. Gita juga tak memegang jabatan apapun dalam pemerintahan. Soal manajerial dan lobi-lobi sponsor Gita sudah membuktikan dengan menghidupi PBSI lewat dana swasta, bukan menyusu kepada pemerintah.
Selain tiga aspek yang disebutnya dalam laporan pertanggungjawaban itu, Gita bikin gebrakan: membuat PBSI lebih modern dan kekinian. Informasi perkembangan prestasi PBSI bisa dengan mudah didapatkan lewat website Badminton Indonesia, twitter, dan instagram mereka, kan?
Memang kebijkan PBSI tak melulu bikin pro, satu kebijakan pelatnas PBSI yang hanya membolehkan media melongok pelatnas pada hari Rabu dan Jumat sempat dikritik. Juga ketika Gita sempat menghilang usai mengikuti konvensi Demokrat.
Tapi ya itu tadi, faktanya 33 pengprov--1 pengprov sebagai peninjau--menerima dengan pujian kinerja Gita selama empat tahun ini.
Coba tanya kepada atlet lebih senang mana, kontrak individu atau kolektif? Perubahan sistem kontrak pemain itu bisa dikembangkan semasa kabinet Gita setelah mereka membuka diri kepada beberapa produsen apparel untuk menjadi sponsor pribadi skuat pelatnas, juga sponsor PBSI. Sebelumnya PBSi hanya membolehkan satu apparel sebagai sponsor PBSI. PBSI lah yang mengolah dana untuk operasional dan kontrak atlet.
"Diibaratkan membangun rumah, Pak Gita sudah berhasil membuat bangunan setengah jadi, tinggal atap yang belum," tutur salah satu peserta pengprov.
Soal regenerasi dan kaderisasi, Gita juga berhasil membawa pulang pelatih-pelatih top Indonesia yang menangani negara lain. Seperti Rexy Mainaky yang kini menjabat ketua bidang pembinaan dan prestasi, juga Eng Hian dari Singapura yang berhasil mengangkat prestasi ganda putri. Selain itu. kabinet Gita telah berhasil mengajak mantan-mantan pemain, seperti Susy Susanti untuk masuk dalam kepengurusan.
Boleh dibilang Gita berhasil membuat PBSI tak menyusu kepada pemerintah.
perkembangannya kini dalam Munas, pengurus provinsi malah berharap mereka mendapatkan back up yang kuat dari orang pemerintahan. Apalagi kalau bukan soal dana biar lebih lancar?
Sebuah pemikiran yang mundur dengan ingin menyusu lagi kepada APBN atau APBD.
Selain itu, kesibukan Wiranto sebagai Menko Polhukam tak djadikan soal. Mereka tetap optimistis bisa didampingi oleh Wiranto setiap kali ada pelantikan atau pembukaan sirnas.
Tampak ada standar ganda kepada Gita dan Wiranto, bukan?
"Dengan kedudukan beliau yang sekarang tentu mencari sponsor akan lebih mudah karena pembinaan tanpa anggaran yang besar, olahraga tidak akan berkembang. Makanya kami meminta Pak Wiranto untuk menjadi ketum PBSI. Itu alasannya," kata TB Herman, ketua pengprov Aceh, yang menjadi salah satu provinsi yang turut dalam tim sukses Wiranto.
Padahal posisi Wiranto sudah disoal oleh Menteri Pemuda dan Olahraga imam Nahrawi. Dia mengingatkan agar cabang olahraga prioritas, termasuk bulutangkis, dipimpin oleh seorang ketua umum yang siaga 24 jam.
Sementara itu, Wiranto tengah menjabat sebagai menteri koordinator politik, hukum, dan keamanan. Yang kini kinerjanya tengah diuji untuk membersihkan pungutan liar lewat paket kebijakan hukum. gkis tak jadi pekerjaan sambilan.
"Ini peringatan karena target ke depannya sangat berat maka dibutuhkan orang yang benar-benar bisa siaga 24 jam untuk mengurus atlet. Jangan sampai fokusnya terganggu maka itu butuh orang yang kerjanya tidak disambi," ucap Imam.
***
Ditulis sebelum pemilihan ketua umum PBSI 2016-2020
Surabaya, 31 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar