Dedeh Erawati mulai turun di ajang Masters. Sang penerus sudah menyodok dan siap mengemban tugas. Dia Emilia Nova.
Perawakannya langsing. Kakinya jenjang. Rambutnya dicat pirang. Sedikit kenes. Penampilannya kekinian.
Kalau sudah membuka T-shirt dan tinggal mengenakan brasport, lengannya terlihat kencang. Perutnya juga sixpect.
Dia bukan model. Cewek itu, Emilia, atlet atletik DKI Jakarta. Nomor spesialisasinya sapta lomba dengan keistimewaan pada 100 meter lari gawang.
Sebuah bukti dipertontonkan Emilia saat tampil pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 di Stadion Cibinong, Bogor. Penampilannya membetot perhatian publik kala meraih emas sapta lomba. Bukan cuma berhasil mendonasikan emas, tapi dia sekaligus mencetak rekor baru yang dikuasai Rumini selama 23 tahun.
Cuma itu? Tidak. Emilia juga memecahkan rekor PON milik Dedeh Erawati dari lari 100 meter gawang di nomor sapta lomba itu. Dalam perlombaan tersebut Emilia membuat catatan waktu 13,52 detik.
Belum selesai. Emilia kembali membuat catatan apik saat babak penyisihan di nomor lari 100 meter lari gawang sehari kemudian. Dia sudah membuat rekor PON dengan catatan waktu 13,50 detik untuk menyelesaikan lintasan. Saat tampil di babak final, Emilia bisa makin cepat. Catatan waktunya 13,35 detik di babak final. Dedeh, ratu nasional, di nomor itu ada di peringkat kedua.
"Mungkin orang berpikir saat itu saya pasti capek karena turun di sapta lomba dan nomor gawang. Tapi saya itu tipe orang yang semakin capek malah bagus," kata gadis kelahiran Jakarta, 20 Agustus 1995 itu.
Sukses Emilia menjadi sebuah harapan baru bagi lari gawang putri nasional. Sebab, Dedeh yang selama ini jadi tumpuan, mulai berumur. Bagus jika keduanya bisa bersama-sama jadi andalan Indonesia ke ajang internasional.
Kalau toh waktu Dedeh untuk gantung sepatu tiba, Emilia sudah makin matang dan siap meneruskan tongkat estafet sang ratu. Dedeh memang belum berpikir pensiun, namun faktanya dia mulai terjun di ajang Masters yang jadi tempat berlomba para atlet atletik veteran.
***
Emilia yang memang menyukai tekanan dan tantangan tak keberatan dengan tugas tersebut. Sejak awal keluarga memang sudah membiasakan dia untuk berkompetisi di olahraga, meskipun tak ada saudara yang berprofesi sebagai atlet.
Ayahnya, Zainur, akrab dengan olahraga karena hobi. Makanya Emilia juga sudah familiar dengan bermacam-macam kegiatan olahraga.
"Ayah itu hanya hobi olahraga saja. Jadi waktu saya kecil sering diajak lari, joging. Juga dikenalkan kepada taekwondo," kata Emilia.
Prestasinya di cabang olahraga taekwondo cukup menjanjikan. Emilia pernah juara se-Jabodetabek.
"Tapi kata ayah tidak perlu dilanjutkan karena cabang olahraga ini tidak fair. Penilaiannya cenderung subjektif," tutur Emilia menirukan sang ayah.
Dengan pertimbangan itu, Emilia dijuruskan ke nomor lari. Sejak 2010, Emilia memutuskan pindah cabang olahraga.
Latihan sih bukan masalah buat Emilia. Tapi soal senioritas sempat bikin Emilia keki. Lolos seleksi mewakili sebuah klub untuk ajang se-DKI Jakarta, dia dianggap tak layak oleh seniornya. Namanya tak masuk tim dan diganti atlet dengan hasil seleksi di bawah dia.
Untungnya persoalan itu tak bikin Emilia dan ayahnya kapok. Bersama ayahnya, Emilia mencari klub yang bisa menampungnya untuk latihan dan bisa mengantarnya untuk ikut kejuaraan. Mereka memutuskan untuk bergabung dengan klub Meteor.
Dua bulan latihan, Emilia membuktikan diri mampu menjadi yang terbaik se-DKI saat usianya menginjak 15 tahun.
Sebuah latihan di Stadion Madya, Senayan, Jakarta membuka jalan Emilia ke pelatnas. Ketua Umum PB PASI, Bob Hasan, langsung kepincut kepadanya. Melihat potensi Emilia, lewat ayahnya, Bob Hasan minta agar Emilia bisa dididik di Senayan. Tawaran itu diiyakan. Emilia dipoles di nomor jarak pendek.
Tapi rupanya karier di nomor 100 meter tak bagus. Selama dua tahun berlatih dan turun dalam turnamen, Emilia tak mampu bicara banyak. Dia kemudian pindah nomor. Emilia memilih 100 meter lari gawang.
Dua minggu latihan, Emilia diturunkan pada kejuaraan di Nusa Tenggara Timur bersama Dedeh. Dia lolos posisi empat dengan catatan waktu yang lumayan.
Dari situ, Emilia merasa menemukan jalan yang tepat. Pembuktian dibuat pada Jatim Open dan kejuaraan remaja dengan pecah rekor remaja. Sayang, saat itu pencatat waktu elektronik mati sehingga rekornya tidak diakui. Di siis lain ada berkah. Dengan penampilan di Jatim Open itu, Emilia lolos PON 2012. Meski pada saat perlombaan hanya mampu finis di posisi empat.
Karier di atletik diikuti bertambahnya usia. SMA lulus dia pun kuliah di Universitas Negeri Jakarta. Di UNJ itulah emilia berjumpa dengan seniornya, yang saat ini menjadi pelatihnya, Fitri Haryadi. Bersama dia, Emilia digembleng soal teknik berlari yang benar.
"Dia melihat teknik lari saya. Katanya jelek. Akhirnya saya dibantu dia, teknik lari segala macam. Lalu di Kejurnas senior dapat perak," tutur Emilia.
Tahun berikutnya, Emilia mencoba nomor baru yaitu sapta lomba. Meski belum dibilang spesialis, namun dia nekad ikut lomba dan juara 1 pada Agustus 2014.
"Bulan Desember saya ikut pekan olahraga mahasiswa se-asia tenggara di Palembang, di nomor gawang saya dapat emas, sedangkan nomor sapta lomba dapat perak. Nah di gawang itu, sebelum saya lari di sapta lomba 14,26 detik. setelah itu saya lari di sapta lomba 13, 69 detik. Pecah rekor junior dari catatan waktu Agustine Bawele 14, 10 detik," kenang dia.
Menjelang SEA Games 2015 Singapura namanya masuk daftar atlet timnas. Emilia menyudahi ajang itu dengan finis di posisi empat dengan catatan waktu 13, 78 detik.
"Jadi sebulan jelang SEA Games itu antara Februari sampai Mei saya harus berkutat dengen cedera. Makanya efektif latihan baru sebulan. Sempat putus asa juga tetapi saya mencoba bangkit sampai akhirnya sembuh," kenangnya.
Dorongan motivasi dari pelatih dan keluarga, akhirnya membuat kepercayaan diri Emilia terus bangkit. Dua bulan, Emilia turun di Kejurnas untuk sapta lomba, dan poinnya naik lagi.
"Akhir tahun saya ikut perlombaan di Aceh, saya turun tiga nomor dan dalam sehari saya bisa empat kali lari. lari gawang dua kali dan lari 200 meter dua kali. Mungkin lelah ya, jadi saya kena cedera hamstring lagi selama lima bulan dari Desember 2015 sampai April 2016 itu. Karena merasa sudah sembuh, bulan berikutnya, saya ikut bertanding ini untuk meningkatkan kepercayaan diri saya."
Ini penting. Sebab, Emilia sendiri sudah dinanti PON 2016. Tekadnya besar meski hanya punya waktu tiga bulan berlatih. Tetapi dia berhasil membuktikannya.
"Saya cuma berpikir jika kita bersungguh-sunguh latihan disiplin pasti ada hasilnya. Bakat itu akan kalah dengan yang rajin karena kalau bakat tidak diasah atau digunakan maksimal. Ya tidak bisa juara."
"Di nomor gawang itu yang ditingkatkan start gawangnya. Kalau ingat PON kemarin, saya itu masih kalah dari mba Dedeh dari gawang pertama sampai kelima. Dawang ke enam mulai sama, lalu gawang ketujuh saya bisa salip. Jadi antar gawangnya harus dipercepat," kata dia.
Kemudian catatan waktu dari setiap lompatan ke gawangnya. Disebutkan Emilia, catatan waktunya masih 1,07 detik di setiap gawangnya. Sementara jika ingin dapat catatan waktu lari 13,00 detik. Emilia harus melompati di setiap gawangnya minimal 1,02 detik.
"Begitu dengan teknik lari juga masih harus diperbaiki karena gawang perempuan kan pendek, jadi harus mendukung lari sprintnya. Beda sama yang cowo gawangnya tinggi, jadi lompatan dan sprint harus bagus."
"Ya, Insyallah pecah rekor nasional di gawang di SEA Games nanti dan pecah rekor lagi di sapta lombanya. Setelah itu fokus Asian Games 2018 dan Olimpiade 2020," pungkasnya.
***
Biodata
Nama: Emilia Nova
Jakarta, 20 Agustus 1995
Anak pertama dari 2 bersaudara
Ayah : Zainur
Ibu : Delvia
Klub :
Meteor 2010
FMM 2016
Juara 100 meter gawang di Asian University Games 2014 di Palembang dan Singapura 2016
Juara nomor 100 meter lari gawang U-21 Vietnam 2013
Runner-up Sapta lomba Asean University Games 2014
Juara 1 4x100 meter Hong Kong Open 2016
Runner-up 4x100 meter Vietnam Open 2016
Runner-up 100 meter lari gawang Singapura Open 2015
Juara 1 100 meter gawang ANQ track n field championship townsville, Australia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar