Sabtu, 27 Juni 2015

Ihsan Maulana Mustofa Mencintai Bulutangkis Berkat Uang Receh

Ihsan Maulana Mustofa menjadi salah satu pemain di tim Thomas 2014. Peran ayahnya begitu besar dalam mengenalkan dan membuat pemain PB Djarum Kudus itu mencintai bulutangkis.

Ingatan Ihsan berlari ke masa anak-anak saat ditanya awal mula mengenal bulutangkis. Sebagaimana bocah seusia dia lainnya, Ihsan lebih senang bermain ketimbang harus latihan bulutangkis pagi sore.

Ayahnya, Apes Zainal Mustofa, adalah seorang pelatih bulutangkis. Ihsan pun tahu benar jadwal pebulutangkis meski masih level junior.

Tapi, sang ayah tak kalah cerdik untuk menitiskan kemampuan bulutangkis. Ketika itu Ihsan baru menginjak kelas 3 Sekolah Dasar Negri Pagerageung, Tasikmalaya.

Ihsan hanya bisa mendapatkan uang jajan jika bersedia datang ke GOR tempat Mustofa melatih.

"Sudah sampai di GOR ya tetap nggak langsung dapat uangnya. Disuruh-suruh dulu buat main bulutangkis baru dikasih uang. Atau diminta buat mengumpulkan shuttlecock bekas latihan orang lain," kenang Ihsan.

"Pokoknya semua ini gara-gara bapak," seloroh dia.

Tapi strategi kedua orang tuanya ternyata ampuh membuat Ihsan tertarik dengan bulutangkis. Ihsan kian hari malah menganggap latihan bulutangkis sebagai ajang bersenang-senang.

Strategi Mustofa berjalan lancar. Dasarnya jalan sudah terbuka dengan dia sebagai pelatih, Ihsan pun mulai diikutkan dalam kejuaraan-kejuaraan.

Lama-lama Ihsan menunjukkan sebagai pemain yang sip. Traveling antarkota untuk mengikuti kejuaraan makin rutin diikuti Ihsan.

Hari-harinya pun makin lekat dengan bulutangkis. Saking sehari-hari ada di lapangan bulutangkis, Ihsan sampai tak punya hobi lain.

"Hobi lain nonton. Olahraga ya bulutangkis, tidak ada lagi," jelas putra pasangan Mustofa dan Agustina ini.

Tak cuma mendapatkan sentuhan Mustofa, Ihsan kemudian mendapatkan pelatih baru setelah dia bergabung dengan Dian Jaya Jakarta. Dalam perjalanannya, Ihsan memimpikan bisa bergabung dalam satu klub bulutangkis raksasa tanah air: PB Djarum Kudus.

Empat tahun lalu, saat usianya 14 tahun dan remaja seusia lebih senang kumpul-kumpul dengan teman-teman di sekolah atau nongkrong di cafe, Ihsan memilih meninggalkan Jakarta dan menuju kota kecil di daerah pantura. Yang dituju adalah Kudus, di Jawa Tengah. Tempat di mana PB Djarum Kudus berada.

Ihsan datang bukan untuk ikut Audisi, sebagaimana PB Djarum membangun tradisi untuk menyaring siswa baru. Ihsan datang melamar.

Meski tak menceritakan detail bagaimana dia datang ke PB Djarum, cerita Ihsan sudah jadi kisah tersendiri. Dia sudah mampu membuat dirinya cukup mengesankan para pelatih dan pengurus klub.

Konon, Ihsan datang ke markas PB Djarum di Kudus dan menantang pemain terbaik di Djarum. Oleh pelatih Djarum, Ihsan ditarungkan oleh para pemain yang ada di levelnya. Ihsan makin membuat barisan pelatih terpukau. Ihsan berhasil meraih kemenangan.

Barulah para jagoan Djarum dikeluarkan. Ihsan kalah menang. Apapun, kepercayaan diri dan sedikit kecongkakan yang dibutuhkan sebagai seorang atlet untuk meremukkan mental lawan sudah ditunjukkan Ihsan. Lamarannya diterima.  

Kesempatan emas lain untuknya datang di tahun 2012. Ihsan tampil gemilang di Kejuaraan Nasional 2012 di Solo, JawaTengah. Dia jadi juara di kelompok taruna. Tiket ke pelatnas 2013 pun dituai cuma-cuma. Ihsan tak perlu lagi merangkak lewat seleksi di awal tahun.

Kini, kesempatan lebih besar sampai dalam genggaman Ihsan. Sebagai tunggal keempat, peluang Ihsan diturunkan terbilang tipis. Namun tentu saja dia punya kans untuk dimainkan, terutama di babak penyisihan.

"Ihsan sudah kami ajak bicara dan dia siap berkomitmen untuk memberikan yang terbaik," kata Rexy.

Ayo Ihsan, saatnya memberi bukti!

Pernah dimuat di detikSport 5 Mei 2014






Tidak ada komentar:

Posting Komentar