Sudah terlalu lama Indonesia tak mempunyai tunggal putra mumpuni di ajang internasional. Empat pemain di bawah usia 20 tahun ini digadang-gadang bisa menjadi ujung tombak tunggal putra di masa datang.
Ditargetkan meraih medali perak, tim putra bulutangkis yang diisi pemain muda sukses menyumbangkan emas. Jonatan Christie dkk. disebut-sebut amat potensial sebagai kekuatan masa depan bulutangkis Indonesia.
Para pebulutangkis muda 'Merah Putih' sudah mencuri perhatian sejak Piala Sudirman bulan Mei tahun ini. Kala itu, PP PBSI memutuskan untuk menurunkan tiga pemain yang berusia di bawah 20 tahun di sektor tunggal: Jonatan Christie, Firman Abdul Kholik, dan Ihsan Maulana Mustofa.
Padahal, Indonesia mempunyai dua pemain senior yang berperingkat lebih baik, Tommy Sugiarto dan Dionysius Hayom Rumbaka. PBSI bersikukuh hanya menurunkan pemain tunggal dari pelatnas. Misi itu demi memutus tak adanya tunggal putra di level top dunia setelah Taufik Hidayat gantung raket. PBSI bertekad memunculkan generasi emas sektor tunggal seperti zaman Haryanto Arbi, Alan Budikusuma, dkk.
Misi itu dimulai saat Ihsan ditunjuk menjadi tunggal keempat Piala Thomas tahun lalu dan berlanjut di Piala Sudirman tahun ini. Jonatan mendapatkan panggung sejak pertandingan pertama. Pebulutangkis pelatnas itu memang kalah dari tunggal Inggris Rajiv Ouseph yang memiliki peringkat jauh lebih bagus, ke-20 dunia. Tapi, Jonatan tampil cukup tenang sepanjang pertandingan. Dia kemudian berhasil melanjutkan hasil positif saat menghadapi pemain Taiwan Hsu Jen Hao.
Firman yang babak belur saat menghadapi Jan O Jorgensen dimaklumi. Daya juang yang ditunjukkan Firman menjadi poin plus.
Firman yang babak belur saat menghadapi Jan O Jorgensen dimaklumi. Daya juang yang ditunjukkan Firman menjadi poin plus.
Panggung untuk Jonatan dkk. berlanjut di BCA Indonesia Open Superseries Premier di Jakarta. Bersama Anthony Ginting, Jonatan sukses menjejak perempatfinal. Saat itu mereka tampil dari babak kualifikasi dan hanya dipatok target lolos babak utama.
Ada yang menarik dari rivalitas Jonatan dan Anthony di turnamen itu kendati mereka tak berduel dalam satu partai. "Saya terpacu untuk bisa terus perempatfinal meski melawan pemain-pemain senior dan lebih diungulkan. Kalau Anthony bisa, seharusnya saya juga bisa," kata Jonatan.
Legenda hidup bulutangkis Susi Susanti memberikan nilai bagus kepada Anthony. "Secara teknik, Anthony mempunyai bola-bola yang berbahaya. Permainan dia mirip dengan Taufik Hidayat," kata Susi.
SEA Games di bulan Juni ini yang benar-benar menjadi arena pembuktian para pemain muda itu. Jonatan, Firman, Ihsan, dan Antony mengisi slot pada nomor beregu. Jonathan, Firman, dan Anthony masih berusia 17 tahun. Hanya Ihsan yang sudah berumur 19 tahun.
Kali ini, Ihsan yang menjadi lakon protagonis. Ihsan yang dipasang sebagai tunggal ketiga mampu menjalankan tugas dengan amat baik. Saat Indonesia harus menjalani duel penentuan di partai kelima, Ihsan membuktikan diri layak dipercaya.
Bermain di partai penentuan pada babak semifinal, Kamis (11/6/2015), di Singapura Indoor Stadium, Ihsan menang atas tunggal ketiga Malaysia Mohammad Arif Abdul Latif dengan skor 21-12, 22-20.
Ihsan menang mudah di gim pertama dengan sudah unggul 11-8 pada interval. Tapi, memasuki gim kedua Ihsan malah kendor. Dia tertinggal 0-9 dari lawan. Ihsan belum mau menyerah. Pemain asal PB Djarum Kudus itu bisa mengejar.
Ihsan kembali tampil inkonsisten. Dia kembali jauh tertinggal 14-20. Lagi, lagi Ihsan menunjukkan diri kalau belum habis. Dia bangkit dan memaksa deuce dan menyelesaikan pertandingan dengan kemenangan.
Drama Ihsan berulang di babak final sehari kemudian (12/6/2015). Kembali dipaksa imbang 2-2, Ihsan dipasang sebagai penentu. Menghadapi tunggal ketiga Thailand Suppanyu Avihingsanon, Ihsan menutup pertandingan dengan kemenangan 20-22, 21-16, dan 21-9. Indonesia akhirnya menang 3-2. Emas pun menjadi milik Indonesia.
“Khusus buat nomor tunggal, pemain-pemain yang turun di sini adalah andalan masa depan. Prestasi ini adalah awal yang bagus buat pemain-pemain muda," kata Taufik seperti dikutip Badminton Indonesia.
Taufik tetap mengingatkan jika itu baru langkah awal. Ada proses panjang yang harus dilewati para pemain muda itu untuk menjadi yang terbaik di level dunia.
"Ingat, ini baru awal euforianya jangan berlebihan, masih banyak team event yang lainnya. Pemain juga harus dapat memanfaatkan kesempatan yang diberikan,” ujar peraih medali emas bulutangkis tunggal putra di Olimpiade Athena 2004.
Pernah dimuat di detikSport 15 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar