Jumat, 10 Maret 2017

Lintasan Baru untuk M. Fadli: Balap Motor Vs Balap Sepeda

M. Fadli alias Muhammad Fadli Immamudin tak benar-benar meninggalkan sirkuit balap motor. Dia sekaligus menekuni balap sepeda. 

M. Fadli berlatih di Sirkuit Sentul (Foto: Grandyos Zafna/detikSport)

Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat pagi ini cerah. Tak ada hujan. Tak ada mendung.

Kami--saya dan Grandyos Zafna--menyambangi M. Fadli yang tengah berlatih di sirkuit yang pernah menggelar Formula 3 itu. Namun kali ini M. Fadli bukan berlatih balap motor. Dia nggowes di atas sepeda road race seharga Rp 140 jutaan.

M. Fadli bersiap-siap untuk turun dalam Kejuaraan Balap Sepeda Para-Cycling di Bahrain akhir Februari 2017, ajang balapan untuk atlet difabel.

Ya, Sirkuit Sentul adalah 'rumah' M. Fadli. Dia atlet balap motor yang menyatakan pensiun usai menjalani amputasi kaki. Setelah itu dia pindah cabang olahraga, menjadi pebalap sepeda difabel.

Baca Juga: Melihat Kontrasnya Semangat Membara M. Fadli vs Kemuraman Sirkuit Sentul

***
 M. Fadli dengan sepeda dari sponsor (Foto: Grandyos Zafna/detikSport)

M. Fadli menatap Garmin, monitor nadi dan GPS, yang menempel di pergelangan tangan kanannya. Dia meminta saya turut melongok angka yang tertera di atasnya.

Di sana muncul catatan 2:04 dengan ukuran besar dan yang lebih kecil kecil tertera di bawahnya 50 km. Artinya, Fadli baru saja menempuh jarak 50 kilometer dalam waktu dua jam dan empat menit.

Di saat bersamaan arloji digital miliknya menunjukkan angka 08.05. Kesimpulannya, Fadli sudah memulai gowes sekitar pukul 06.00.

Cuaca pada Kamis (17/2/2017) di Bogor memang tengah mendukung. Matahari bersinar lembut dengan sesekali diselingi mendung. Berbeda dengan sehari sebelumnya yang diterpa hujan deras sejak dinihari. Namun, Fadli juga ditantang sebuah fakta lainnya.

“Ini hasil yang lumayan, gowes sendirian selama dua jam dan jarak 50 kilometer,” kata Fadli pagi itu.

Ya, pagi itu Fadli harus berlatih sendirian di Sirkuit Sentul. Pelatihnya, Puspita Mustika Adya, tak mendampingi dia.

Eh, rekan-rekan yang biasa gowes bareng dalam komunitas Kelapa Gading Bikers Community (KGB) juga absen. Mereka memilih untuk bersepeda ke Puncak Bogor.

M. Fadli tetap berlatih di sirkuit karena dia akan mengajar di sekolah racing miliknya, 43 Racing School.

Setelah melayani foto untuk keperluan dokumentasi Fadli bergegas minta izin untuk pindah tempat. Dia minta ngobrol dilanjutkan ke Sirkuit Karting Sentul yang tak jauh dari sirkuit ini.

“Saya bersepeda ke sana. Ketemu di sana, ya,” ungkap Fadli.

Kami yang mengikuti di belakang Fadli melihat dia sampai beberapa kali berhenti di tengah jalan. Dia membalas sapaan dari pegawai Sirkuit Sentul yang memang sudah jadi tempat bermainnya.

Setibanya di Sirkuit Karting, anak asuh Fadli di 43 Racing School telah menunggu. Mereka sih tak diam-diam saja. Empat rider muda siswa sekolah balap motor milik Fadli itu tengah melakukan pendinginan usai berlatih fisik.

Mereka didampingi pelatih fisik sekolah itu, Gandung Darmoko, juga satu pebalap Honda yang tengah naik daun, Andi Gilang. Sebelum bekerja sama di sekolah balap itu, Gandung telah mendampingi Fadli saat masih membalap.

Tak membuang waktu, Fadli meyenderkan sepedanya dan bergabung untuk turut melakukan pendinginan. Hanya sebentar istirahat, Fadli segera mengambil alih ‘ruang kelas’ yang ada di tepi sirkuit.

Dia memberikan waktu kepada para rider untuk sarapan sembari memberi masukan agar sarapan dilakukan sepraktis mungkin agar tak buang-buang waktu belajar dan latihan.

Aktivitas berlanjut ke briefing awal sebelum rider-rider muda itu mengenakan wearpack dan menjajal motor 600cc.

Dalam kelas balap motor Fadli kali ini, ada empat pebalap yang bergabung. Mereka berasal dari berbagai daerah dengan usia yang berbeda. Paling muda 12 tahun, yang paling senior 19 tahun.

“Keadaan kamu bagaimana? Dari catatan ini kamu baru saja tifus. Kok bisa,” kata Fadli. Dia kemudian membacakan detail catatan kesehatan ketiga rider lainnya.

Setelah itu, Fadli mulai membeberkan evaluasi latihan masing-masing siswanya sehari sebelumnya. Ya, satu-satu dibeberkannya kekurangan dan apa saja yang sudah oke.

“Dalam kelas ini saya memberikan dasar-dasar kepada mereka. Soal suspensi, tekanan angin ban, juga soal setting elektonik motor masing-masing rider itu,” tutur bapak satu anak tersebut.

Latihan berlanjut ke materi praktik. Namun sayang rencana tak bisa dijalankan. Hujan turun begitu deras. Padahal yang tersedia ban kering.

Para rider muda itu pun punya acara bebas. Bercanda dengan sesama rekannya, juga dengan Fadli.

Mereka bicara segala macam. Bukan melulu tentang balap motor. Obrolan bahkan sampai soal hafalan surat-surat Al Quran dan kebiasaan sholat Subuh mereka.

Saat azan Dhuhur berkumandang, Fadli segera mengajak anak asuhnya untuk sholat berjamaah.

Setelah dua jam bergulir, latihan praktik bisa dijalankan. Wearpack kembali dikenakan. Dua mekanik yang bertugas menyalakan motor. Area sirkuit pun kian menjadi bising dengan suara motor-motor besar itu.

Empat rider itu naik ke atas motor, sedangkan Fadli menyiapkan papan kecil untuk alas menulis dan lembar kertas sebagai alat untuk mencatat proses latihan. Fadli mengangkat kursi dan berjalan ke tepi lintasan.

“Biasanya saya pindah kje beberapa titik untuk mengamati mereka,” ucap dia.

Setelah menghabiskan waktu 30 menit para rider menepi. Motor diparkir lagi. Di saat bersamaan makan siang yang dipesan datang.

Fadli meminta anak asuhnya untuk bergegas makan siang, sebab kelas balap akan berlanjut lagi.

“Sore nanti saya juga masih lanjut latihan. Paling di rumah nge-roll sepeda di rumah,” kata Fadli.

Selain itu, dia juga bakal bersenang-senang dengan Muhammad Ali Immamudin, putra semata wayangnya dari pernikahan dengan Diah Asri Astyavi. Kediamannya juga ramai dengan kehadiran empat rider yang tinggal di asrama sebelah rumah utama mereka.



====
Foto-foto: Grandyos Zafna/detikSport

Kamis, 23 Februari 2017

Kontrasnya Semangat Membara M. Fadli dan Kemuraman Sirkuit Sentul

Sirkuit Sentul yang berada di Bogor ini cukup mudah dijangkau dari Jakarta. Menyambangi dua sirkuit sekaligus, saya berkesempatan ngobrol dengan M. Fadli yang kini jadi pebalap sepeda. 

M. Fadli berlatih di Sirkuit Sentul (Foto: Grandyos/detikcom)

Kamis (16/2/2017) pagi, Jakarta masih menyisakan hujan semalam. Namun, saya bersikukuh rencana ke Sirkuit Sentul tak boleh batal.

Pertama, saya sudah kadung janjian dengan M. Fadli alias Muhammad Fadli Immamudin untuk berbincang-bincang soal persiapan ke Kejuaraan Asia Balap Sepeda 2017. Kedua, rekan saya Grandyos juga telah bersedia menemani buat datang ke sana.

Mungkin karena hujan pula, pesanan taksi online menjadi tak mudah. Tiga operator berbeda saya coba, tapi hampir semua bilang sorry.

Barulah setelah sekitar 30 menit mencoba, gocar bersedia menerima pesanan. Tapi rupanya dia masih cukup jauh dari lokasi saya di Warung Buncit, Jakarta Selatan. Mobil masih berada di area Pasar Minggu, sekitar 10 menit perjalanan ke tempat saya memesan.

Barulah pukul 06.40 mobil tiba dan mengangkut saya. Grandy bilang dia menunggu di McDonald Cibubur.

Beruntung jalanan lancar. Sekitar 30 menit kami sampai di Sirkuit Sentul. Double beruntung karena matahari di kawasan Sentul tengah berani.

M. Fadli di Sirkuit Karting Sentul, Bogor di sela-sela sebagai instruktur 43 Racing School

Soal ini saya sempat waswas karena teman-teman lain yang melongok Sentul sehari sebelumnya tak kebagian panas. "Hujan deras," kata Aprelia Wulansari. Rombongan mereka pun hanya sempat mengamati M. faldi berlarih rolling di teras rumah dia di Sentul City.

Tapi saya lupa menanyakan Fadli latihan di sirkuit mana? Sirkuit besar atau Sirkuit Karting? Untuk mengontaknya jelas tak bakal ada jawaban. Sebab, dia pasti telah memulai gowes sejak pagi seperti jadwal-jadwal sebelumnya.

Sementara, pelatih M. Fadli dalam persiapan ke Kejuaraan Asia 2017, Puspita Mustika Adya, tak mendampingi. Dia tengah melatih di tempat lain.

Satu-satunya jalan yakni bertanya kepada satpam di gerbang masuk Sirkuit Sentul. Satpam yang berjaga menjawab M. Fadli biasa latihan di Sirkuit Karting. Saya juga haqul yakin M. Fadli ada di sana. Sebab, sekolah balap 43 Racing School miliknya memang bermarkas di sana. Oke, kami menuju Sirkuit kecil itu.

Sampai di sana sirkuit masih sepi. Beberapa orang yang tengah utak-atik motor bilang kalau M. Fadli biasanya tiba pukul 08.30.

Kami pun berasumsi M. Fadli pasti latihan di sirkuit besar yang jaraknya sekitar 200 meter dari Sirkuit Karting ini.

kami pun balik badan. Kami kembali menuju Sirkuit besar. Di pintu masuk kami dicegar satpam. dia menanyakan tujuan sekaligus meminta bayaran tiket masuk Rp 10 ribu.

Kami masih meneruskan perjalanan ke arah paddock. Sesampainya di sana, dua petugas keamanan kembali mencegat kami dan menanyakan keperluan. Kali ini duo satpam lebih ramah.

M. Fadli dengan sepeda barunya dalam persiapan ke Kejuaraan Asia Para-Cycling di Bahrain, Februari 2017 (Foto: Gradyos Zafna)

Mereka segera mengarahkan kami ke pinggir lintasan. "Nanti Fadli lewat situ," kata salah satunya.

Sampai di pinggir lintasan, benar, tak lama kemudian M. Fadli lewat. Dia melambaikan jemarinya.

Gayanya sudah mirip pebalap profesional. Berpakaian serba ketat plus helm dan sepatu sepeda, dia juga menaiki sepeda road race buatan Prancis Look dari Technobike.

Selain itu, satu hal sangat menarik juga terlihat antara M. Fadli dan Sirkuit Sentul ini. Ada sebuah fakta yang amat kontras antara keduanya. Memang pagi ini saya belum berbincang cukup banyak dengan dia. Namun, saya sudah mengawali ketika ngobrol via telepon beberapa hari lalu.

Lewat telepon itu, M. Fadli menunjukkan dirinya sebagai seorang yang pantas menjadi inspirasi. Semangatnya tak menurun meski dia kehilangan satu kaki. Ya, M. Fadli harus merelakan kaki kiri di baah lututnya diamputasi. Kaki itu remuk dalam kecelakaan saat melakukan selebrasi di Sirkuit Sentul ini pada 2015.

Beruntung obrolan pertama itu lewat telepon. Kalau tidak saya pasti menuai malu. Saya dibuat terharu, salut dan perasaan lain yang mewakili kekaguman sepanjang obrolan.

Semangat pantang menyerah M. Fadli begitu berkebalikan 180 derajat dengan muramnya Sirkuit Sentul ini. Apalagi dengan kebaruan teknologi sepeda Look yang dipakai M. Fadli serta asesoris yang dikenakannya. Garmin, arloji digital, dan telepon genggam dengan apps yang mampu merekam setiap kayuhannya.

Dengan satu kaki itu, M. Fadli tak meninggalkan adu balap. Hanya saja dia tampil lewat cara yang berbeda. M. Fadli menekuni cabang paracycling alias balap sepeda untuk difabel.

"Sama-sama saja kok, cuma pindah cabang olahraga. Saya tidak lantas berhenti melakukan apapun setelah peristiwa itu," kata M. Fadli.

Bagaimana nasib Sirkuit Sentul? Sirkuit Sentul diam-diam saja, bingung mau jadi apa.

Sebuah angin segar sempat berembus kala muncul wacana Indonesia bakal jadi tuan rumah MotoGP 2018. Si pengelola Tinton Suprapto sempat optimistis balapan itu akan digelar di Sirkuit Sentul. Artinya, Sirkuit Sentul berpotensi bakal direnovasi, baik lintasan maupun fasilitas pendukungnya. Faktor kebaruan akan ada pada sirkuit yang selesai dibangun pada 1994 itu.

Padahal menilik usia, Sirkuit Sentul masih lebih muda ketimbang M. Fadli. Bulan Juli tahun ini M. Fadli akan genap berusia 32 tahun. Sementara Sirkuit Sentul semestinya tengah dalam masa puber yang ingin menarik perhatian lawan jenis.

Atau justru karena usia itu, M. Fadli menjadi lebih bijak dalam menentukan sikap. Sementara Sirkuit Sentul adalah ABG yang memilih untuk menyerah kepada uluran tangan orang 'gila' yang entah kapan menghampirinya.




Sony Dwi Kuncoro Menaruh Kebanggaan dan Masa Depan di GOR Enam Lapangan

Sony Dwi Kuncoro menggenggam harapan dengan memiliki Gedung Olahraga (GOR) miliknya sendiri. Gedung itu sebagai simbol kebanggaan sekaligus tempat dia menitipkan tabungan masa depan.

Kabar menggembirakan dari Surabaya pada Jumat (10/2/2017) menjadi perbincangan di antara mantan-mantan pemain bulutangkis di Jakarta. Pujian diberikan kepada Sony.

"Hebat sekali Sony berhasil membangun GOR dengan uangnya sendiri. Tak banyak yang bisa melakukannya." Begitulah salah satu kalimat yang meluncur dalam perbincangan itu.

Ya, pada tanggal 10 Februari itu Sony meresmikan GOR miliknya. GOR yang sudah diimpikan sejak kecil itu diberi nama Sony Dwi Kuncoro Badminton Hall. Memang agar sangat identik dengan dirinya.

"Ini memang sudah saya siapkan sejak lama. Saya tidak mau sibukkan orang lain, kalau memang ada sponsor ayo tapi selama saya masih siap bikin, saya kerjakan semampunya," kata Sony.

Sony memang membangun GOR itu dari koceknya sendiri. Sedikit demi sedikit Sony mencicil semampunya. Mulai dari membeli tanah kemudian membangun gedungnya hingga diresmikan pada pertengahan bulan ini.

Rencana itu bahkan sudah mulai dibangun ketika dia bisa mendapatkan penghasilan yang lebih konsisten. Yakni, sejak Sony masuk pelatnas di tahun 2001. Setahun kemudian dia pun mulai bisa mereka-reka rencana mendirikan GOR di Surabaya, tanah kelahiran dia.

Barulah di tahun 2010 Sony mulai mengawali mengonkritkan rencana itu. Dibantu ibu mertua, peraih medali perunggu Olimpaide 2004 Athena itu berburu lokasi. Mereka pun mendapatkan tanah seluas 3 ribu meter persegi di Jalan Medokan Asri Tengah VI No. 1, Rungkut, tidak jauh dari lokasi kampus UPN Surabaya. Waktu itu lokasi tersebut belum jadi lokasi incaran. Jauh dari mana-mana.

Sudah punya tanah, Sony tak bisa bersegera membangun gedungnya. Dia masih tinggal di Jakarta karena masih tercatat sebagai pemain pelatnas. Lagipula, Sony beranggapan asal punya tanah lebih dulu urusan membangun gedung bakal lebih mudah.

Barulah di tahun 2012 Sony mulai merancang bangunannya dengan bantuan arsitek. Juga berbelanja material.

Namun, di luar rencana Sony malah terdegradasi dari pelatnas pada tahun 2014. Perubahan status itu otomatis berpengaruh terhadap kantung uang Sony. Pembangunan pun tersendat. Suami Gading Safitri itu menghentikan pembangunan GOR.

"Saya off dulu untuk mengurusi gedung, ambil nafas dulu. Perbaiki mental saya yang drop dulu," ucap Sony.

Setelah mampu menata mental dan keuangan sekaligus, Sony mulai mengerjakan pembangunan gedung itu lagi. Semangatnya untuk segera merampungkan gedung itu semakin membara justru karena dia berada di luar pelatnas.

Putra pasangan putra pasangan Mochammad Sumadji dan Asmiati itu berkaca kepada pengalamannya sendiri. Dia kesulitan mendapatkan lapangan latihan. Jam latihan terbatas karena harus menyewa dan berbagi dengan pengguna lainnya.

Tak hanya itu. Suara sumbang juga turut mendongkrak motivasi Sony untuk segera menyelesaikan gedung itu. "Ada yang bilang kok lama bangun GOR, enggak jadi-jadi," ungkap bapak dua anak itu.

Di saat bersamaan, Sony mulai dapat sponsor. Dia juga memutuskan untuk menjual aset yang dimiliki. Ya motor koleksinya, juga rumah di Cipayung yang persis bersebelahan dengan pelatnas PBSI. Sebuah insentif cukup besar didapatkan ketika secara mengejutkan dia menjadi juara Singapura Terbuka 2015.

"Di luar dugaan GOR ini bisa benar-benar berdiri!" ungkap Sony.

Dia juga tak menyangka GOR itu tak hanya memiliki enam lapangan berkarpet, tapi dilengkapi fasilitas lainnya. Seperti, kafetaria, toko perlatan, dan fasilitas gym, serta toko peralatan bulutangkis. Istimewanya lagi, kawasan Medokan Asri itu kini menjadi area strategis dan makin ramai.

Perhelatan Djarum Superliga Badminton di DBL Arena mulai 19-26 Februari juga menjadi momentum tersendiri bagi GOR milik Sony. Tim-tim kontestan yang membawa pemain top macam Lee Yong Dae, Markis Kido, dll. berlatih di sana.

"Banyak yang sudah latihan di sini. Kapan lagi GOR di Surabaya disinggahi pemain-pemain top. Mungkin kalau GOR di Jakarta wajar, tapi ini di Surabaya," tutur Sony.

Sony mengakui kalau menyangkut ideal atau tidaknya sebuah gedung bulutangkis, GOR tersebut masih memerlukan polesan di sana-sini. Namun, bagaimanapun Sony merasa sudah berhasil menitipkan kebanggaan dia sebagai pemain bulutangkis yang pernah menjadi tumpuan Indonesia di masa jayanya. Dia sekaligus menitipkan etos kerja ayahnya, Sumadji, yang rela melepaskan pekerjaannya untuk melatih bulutangkis anak-anak di sekitar rumahnya.

Sony dengan usia yang sudah 32 tahun, dan akan bertambah pada 7 Juli 2017 ini, sekaligus memanfaatkan GOR itu sebagai investasi masa depannya. Ya, wajar dia mulai memikirkan kehidupan setelah tak lagi jadi atlet. GOR itu dianggapnya sebagai sebuah tabungan untuk dirinya dan keluarga yang dibangun bersama Gading.

Selain itu, Sony berharap keberadaan gelanggang berisi enam lapangan itu bisa menjadi sarana penyalur hobi para pecinta bulutangkis, sekaligus membina anak-anak di lingkungan sekitar.

"Itu kan buat hari tua saya, Mas ya. Jadi biar saya ada simpananlah buat hari tua nanti. Terus yang kedua, memfasilitasi orang-orang yang hobi bulutangkis biar bisa sewa di sana. Terakhirnya ya untuk pembinaan," ujar Sony kemudian tersenyum.

****

Tayang di detikSport, Kamis (22/2/2017)

Rabu, 01 Februari 2017

Beda Cara Merayakan Imlek Oleh Vita Marissa & Liliyana Natsir

Liliyana Natsir dan Vita Marissa mempunyai cara berbeda untuk merayakan tahun baru Imlek. Seperti apa?
 

Sabtu (28/1/2017) akan menjadi hari penting bagi masyarakat keturunan Tionghoa. Mereka merayakan tahun baru sekaligus menitipkan harapan di tahun Ayam Api. Tak terkecuali bagi atlet-atlet bulutangkis berketurunan Tionghoa, seperti Liliyana dan Vita.

Liliyana sih tak memiliki acara khusus untuk merayakan Imlek. Sebab, keluarganya tinggal cukup jauh drai Jakarta. Orang tua Liliyana menetap di Manado.

"Sebenarnya saya tidak terlalu merayakan banget sih, paling mengucapkan selamat saja. Jadi untuk merayakan seperti bagaimana sih tidak," kata Liliyana kepada detikSport.

"Memang ada sebagian keluarga yang merayakan. Tetapi kalau di keluarga saya ya enggak terlalu karena kami memang tidak pernah ada acara khusus setiap imlek.

"Biasanya kumpul dan makan bersama tetapi untuk sekarang kan posisinya orang tua di Manado. Saya di Jakarta, jadi merayakan masing-masing saja," ungkap peraih medali emas Olimpiade 2016 tersebut.

Berbeda dengan Liliyana, mantan pemain bulutangkis Vita, yang saat ini menjadi asisten pelatih ganda campuran di pelatnas Cipayung justru menjadikan Imlek sebagai momen yang paling ditunggu-tunggu.

Menurut Vita, Imlek adalah momen untuk bisa bersua dengan keluarga setelah aktifitas yang menguras sepanjang tahun lalu.

"Merayakan dong. Tapi paling selain ucapkan selamat, ya kumpul-kumpul saja sama papah, keponakan dan ipar. Kami makan bersama. Tidak ada persiapan khusus karena setiap tahun kan kebiasaannya sama," kata Vita.

Foto: Rachman Haryanto/detikSport

Di momen Imlek itulah Vita senang dengan statusnya yang belum menikah. Dia bisa menerima angpao dari sanak saudaranya. Sesuai tradisi masyarakat Tionghoa, pemberian angpao menjadi sebuah budaya yang dilakukan saat perayaan Imlek. Khususnya, bagi anak-anak atau pemuda pemudi yang belum menikah.

"Masih.. masih.. terkadang malu juga sih terima. Makanya habis terima gitu biasanya saya langsung kabur," ungkap Vita kemudian tertawa.

Di lain sisi, Vita juga senang karena dibandingkan zaman dulu, perayaan imlek tahun-tahun ini lebih terasa kental suasana imleknya. Ia pun mengapresiasi perubahan tersebut.

"Saat zaman kapan gitu kan merayakan imlek tidak terlalu terbuka, tapi sekarang imlek boleh dirayakan, jadi di mal-mal lebih terasa saja suasananya," pungkas dia.

Glenn Saat Imlek: Kumpul dan Makan Bareng Keluarga

Layaknya keturunan Tionghoa lainnya yang merayakan Imlek, begitu pula perenang nasional Glenn Victor Sutanto. Ada satu hal yang membuat Glenn rindu perayaan tahun baru China. Apa itu?


Sudah menjadi tradisi dalam keluarga Glenn untuk berkumpul saat Imlek. Makanan khas keluarga pun selalu hadir dalam perayaan itu.

"Kalau imlek biasanya makan malam saja bersama keluarga. Lalu hari H-nya kumpul bareng sama saudara," kata Glenn.

"Kumpulnya di rumah nenek dan dilakukan dua kali, jadi hari pertama bersama saudara dekat dari mamah, esoknya kumpul sama keluarga papah dan itu wajib kumpul semua setiap perayaan imlek," ujar dia lagi.

Glenn mengatakan, meski kumpul keluarga wajib dilakukan, tetapi untuk tradisi lain seperti mengenakan baju berwarna merah atau mengundang barongsai saat ini tidak dilakukan lagi seiring perubahan zaman.

"Dulu hal-hal seperti itu memang wajib. Tapi sekarang sudah bebas karena yang penting kumpulnya," kata dia.

Glenn juga mengungkapkan imlek menjadi hal yang paling dirindukan karena menjadi ajang temu keluarga dan saudara.

"Soalnya ada beberapa saudara yang bisa ketemu saat Imlek saja. Selain itu tentu makanannya. Saya itu paling suka sate shanghai-nya," kata Glenn.

Di luar keceriaan bersama keluarga, Glenn menyimpan harapan tersendiri untuk kehidupannya di tahun ayam api ini.

"Semoga bisnis dan karier renang saya terus meningkat," harapnya.


Imlek Pertama Rony Gunawan Setelah Pensiun

Rony Gunawan bakal merayakan Imlek pertamanya setelah pensiun sebagai pemain basket. Apa harapan mantan penggawa Satria Muda itu di tahun Ayam Api? 
Foto: Rengga Sancaya/detikSport

Imlek tahun ini bakal menjadi momen istimewa Rony. Bapak satu anak itu tak lagi berstatus sebagai pemain basket, tapi sudah alih posisi.

Rony telah memutuskan pensiun sebagai pemain sejak 31 Oktober 2016, bertepatan dengan usainya Perbasi Cup. Setelah gantung sepatu, Rony memang tak meninggalkan Satria Muda. Sejak 23 Desember 2016, dia duduk di barisan manajemen sebagai Vice President PT Indonesia Sport Venture.

Namun, tak ada perubahan soal perayaan Imlek atau tahun baru China yang tahun ini jatuh pada tanggal 28 Januari. Rony akan merayakannya bersama keluarga besar. Kali ini sih bersama keluarga besar istri, Priscilla Woen.

Kebiasaan merayakan Imlek selalu jadi momen yang dinanti oleh Rony, 36 tahun. Bahkan, sejak dia masih terdaftar sebagai pemain SM dan nasional.

Kebetulan, sejak tahun baru Imlek menjadi libur nasional agenda Indonesian Basketball League (IBL) pun tak mengagendakan pertandingan di hari tersebut. So, Rony bisa punya waktu luang untuk berkumpul dengan keluarga.

"Biasanya keluarga besar kumpul. Tahun lalu kami berkumpul di Samarinda (kampung halaman Rony, red). Kali ini berkumpul di Jakarta bersama keluarga besar istri," kata Rony.

"Acaranya seperti biasa saja, seperti lebaran. Kumpul, makan, dan bagi-bagi angpau. Sekarang sih memang sudah jatahnya menjadi yang bagi-bagi angpau.

Untuk angpaunya sudah disiapkan sama Nyonya (istri, red). Dia yang menghitung. Isinya seberapa sih tergantung kemampuan yang penting memaknai amplop merah itu agar dimurahkan rezekinya dan dapat jodoh buat yang terima," tutur Rony kemudian tersenyum.

Foto: dok. pribadi

Dengan Imlek tahun ini yang bersimbol ayam api, Rony menyimpan harapan agar pundi-pundi rezekinya makin menggembung.

"Ayam kan identik dengan mengais rezeki di pagi hari. Nah, di tahun ini semoga banyak rezeki dan kemudahan buat yang rajin mencarinya," jelas Rony.

"Kalau shio ayam itu juga menjadi simbol kesetiaan dan ketepatan waktu. Semoga elemen api menjadi efek kehangatan di antara anggota dan kerabat," imbuh dia.

Pebalap Muda Indonesia Ini Rindukan Angpau Saat Imlek

Pebalap muda Indonesia Presley Martono adalah salah satu atlet Indonesia yang merayakan Tahun Baru China alias Imlek. Dia merindukan dapat angpau. 


Presley memang belum setenar Rio Haryanto yang sudah ambil bagian dalam balapan Formula 1. Presley baru memulai langkah awal dengan balapan Formula 4 South East Asia (F4 SEA). Usianya juga baru 16 tahun.

Namun, Presley memiliki potensi yang cukup menjanjikan dalam dalam persaingan F4 SEA tersebut. Pemuda kelahiran 15 Juni 2000 itu baru saja menjuarai F4 SEA 2016/2017 yang digeber dalam  30 race selama enam seri itu dan ditutup pada 22 Januari tahun ini.

Nah, sukses itu sekaligus akan dirayakan oleh Presley saat Imlek yang jatuh pada 28 Januari. Tentunya dia bakal berkumpul dengan keluarga--sebagai tradisi--dengan membawa kabar gembira. Buat dia pribadi, kegembiraan itu makin komplit dengan tambahan angpau.

"Saya rindu angpau. Biasanya mengumpulkan angpau dari keluarga-keluarga," ujar Presley sambil tertawa saat ditanya hal yang dirindukan dari Imlek, dalam sesi wawancara di Lokananta Terrace Resto, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (26/1/2017).

Untuk kumpul-kumpul keluarga itu Presley bahkan tak akan ikut balapan di India.

"Di Hari Imlek saya biasa kumpul keluarga dengan makan-makan. Selain itu juga ketemu teman-teman yang juga merayakan," ujar Presley.

"Tadinya mau ikut balapan di India, tapi karena baru balik dan belum kumpul dengan keluarga, jadi saya batalkan. Tidak enak juga baru datang terus pergi lagi," tandasnya.

Imlek, Sutanto Tan Mudik ke Batam, Ibadah di Wihara, Terbang ke Solo

Sutanto Tan mendapatkan libur satu hari dari Persija Jakarta pada Imlek 2017. Striker 22 tahun itupun mudik ke Batam.
Foto: dok. pribadi 

Sutanto, 22 tahun, tak membuang peluang untuk merayakan Imlek bersama keluarga. Meski mendapatkan satu hari libur, dia tetap mudik ke Batam.

Pemain yang pernah bergabung dengan Singapura, Geylang United FC, saat masih junior itu akan memaksimalkan waktu pendek dengan keluarga untuk beribadah bersama-sama.

"Saya sedang perjalanan ke bandara, mau ke Batam, mudik. Keluarga saya kan di Batam," kata Tanto, sapaan karib Sutanto Tan.

Menurut Tanto, setibanya di Batam jadwal bersama keluarga akan cukup padat. Petang hingga malam, mereka akan ke wihara. Kemudian kumpul keluarga dan makan bersama.

Sabtu (28/1/2017), mereka akan ke wihara lagi. Usai beribadah di wihara, keluarga Tan akan bertandang ke sanak saudara yang ada di Batam.

"Semestinya saat keliling ke rumah saudara besok itu kesempatan dapat angpau, tapi karena sorenya saya harus terbang ke Solo kayaknya enggak bakal dapat banyak he he he," tutur Tanto.

Ya, Tanto sudah harus terbang ke Solo untuk menyusul rekan-rekannya di Persija yang akan mengikuti Trofeo Bhayangkara di Stadion Manahan, Solo, Minggu (29/1/2017).

"Meski cuma bisa kumpul dalam waktu yang pendek saya bersyukur karena setidaknya tetap bisa bersama-sama keluarga di Imlek ini," ucap dia.


Harapan Debby Menyambut Imlek: Perpanjang Koleksi Gelar Juara

Debby Susanto menyimpan harapan khusus pada Imlek Ayam Api ini. Selain menjadi pribadi yang lebih baik, Debby bertekad bisa memperpanjang koleksi gelar juara.

Foto: Rachman Haryanto (detikcom)

Debby merupakan salah satu atlet yang merayakan Imlek atau tahun baru China pada Sabtu (28/1/2017). Dalam tubunya memang mengalir darah Tionghoa.

Namun, jadwal latihan membuat Debby tak bisa mudik untuk merayakan Imlek bersama keluarganya di Palembang. Pemain yang besar di PB Djarum Kudus ini tetap tinggal di pelatnas Cipayung, Jakarta Timur.

"Sebenarnya belum tahu juga merayakan Imlek atau tidak, karena belum ada info libur. Tapi jika merayakan Imlek pun saya tidak mungkin pulang ke Palembang, untuk berkumpul dengan orang tua yang ada di sana. Jadi, merayakannya bersama adik dan nenek saja di Jakarta," kata Debby.

Bagi pasangan Praveen Jordan itu, dalam tradisi keluarganya Imlek menjadi ajang kumpul keluarga. Sehingga, sejatinya sayang jika dilewatkan begitu saja. Termasuk urusan pembagian angpao.

"Kalau makanan mungkin tidak ada yang terlalu bagaimana. Mungkin kumpul keluarganya karena dari kecil kan selalu ada acara tersebut. Paling yang lainnya adalah bagi-bagi ampaonya, saya kan masih dikasih," ucap dia seraya tertawa.

"Makanya itulah untungnya belum menikah," celetuknya kemudian.

Meski tak bisa berkumpul dengan keluarga, Debby memanfaatkan Imlek untuk make a wish, menyatakan harapan. Debby ingin karier bulutangkisnya makin kinclong tahun ini.

Sepanjang tahun 2016, Debby bersama pasangannya, Praveen, meraih dua gelar juara. Yakni, meraih titel Syed Modi International Badminton Championship dan All England.

"Semoga bisa dapat prestasi yang lebih baik dibandingkan tahun lalu, semoga bisa berprestasi lagi dari apapun dan dapat gelar-gelar baru di tahun ini. Termasuk gelar di All England tahun ini. Amin, amin," harap dia.

Cara Debby, Liliyana, Sutanto Tan, dkk. Rayakan Imlek

Para atlet merayakan Imlek di tahun 2017 dengan berbagai cara. Striker Persija Sutanto Tan berkumpul dengan keluarga, sedangkan Debby Susanto tetap di Jakarta. 

Imlek tahun ini jatuh pada Sabtu (28/1/2017). Para atlet yang rata-rata masih single bersuka cita karena bakal menerima angpau dari orang tua dan saudara-saudara yang sudah menikah.

Bukan cuma itu sih, tahun baru China berkesan karena menjadi momen buat kumpul keluarga. Makanan khas seperti bakmi dan babi jadi hidangan yang ditunggu-tunggu.

Tak cuma para atlet ini yang menyambut Imlek dengan antusias, NBA juga membuat iklan khusus untuk edisi Imlek.

Ini cerita beberapa atlet setiap Imlek. Seperti apa?

1. Debby Susanto (bulutangkis)

2. Sutanto Tan (Persija Jakarta)

3. Presley Martono (pebalap)

4. Glenn Victor (renang)

5. Rony Gunawan (basket)

6. Vita Marissa & Liliyana Natsir (bulutangkis)

(Artikel-artikel ini pernah dimuat di detikSport, dengan penulis yang berbeda)