M. Fadli alias Muhammad Fadli Immamudin tak benar-benar meninggalkan sirkuit balap motor. Dia sekaligus menekuni balap sepeda.
M. Fadli berlatih di Sirkuit Sentul (Foto: Grandyos Zafna/detikSport)
Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat pagi ini cerah. Tak ada hujan. Tak ada mendung.
Kami--saya dan Grandyos Zafna--menyambangi M. Fadli yang tengah berlatih di sirkuit yang pernah menggelar Formula 3 itu. Namun kali ini M. Fadli bukan berlatih balap motor. Dia nggowes di atas sepeda road race seharga Rp 140 jutaan.
M. Fadli bersiap-siap untuk turun dalam Kejuaraan Balap Sepeda Para-Cycling di Bahrain akhir Februari 2017, ajang balapan untuk atlet difabel.
Ya, Sirkuit Sentul adalah 'rumah' M. Fadli. Dia atlet balap motor yang menyatakan pensiun usai menjalani amputasi kaki. Setelah itu dia pindah cabang olahraga, menjadi pebalap sepeda difabel.
Baca Juga: Melihat Kontrasnya Semangat Membara M. Fadli vs Kemuraman Sirkuit Sentul
***
M. Fadli dengan sepeda dari sponsor (Foto: Grandyos Zafna/detikSport)
M. Fadli menatap Garmin, monitor nadi dan GPS, yang menempel di pergelangan tangan kanannya. Dia meminta saya turut melongok angka yang tertera di atasnya.
Di sana muncul catatan 2:04 dengan ukuran besar dan yang lebih kecil kecil tertera di bawahnya 50 km. Artinya, Fadli baru saja menempuh jarak 50 kilometer dalam waktu dua jam dan empat menit.
Di saat bersamaan arloji digital miliknya menunjukkan angka 08.05. Kesimpulannya, Fadli sudah memulai gowes sekitar pukul 06.00.
Cuaca pada Kamis (17/2/2017) di Bogor memang tengah mendukung. Matahari bersinar lembut dengan sesekali diselingi mendung. Berbeda dengan sehari sebelumnya yang diterpa hujan deras sejak dinihari. Namun, Fadli juga ditantang sebuah fakta lainnya.
“Ini hasil yang lumayan, gowes sendirian selama dua jam dan jarak 50 kilometer,” kata Fadli pagi itu.
Ya, pagi itu Fadli harus berlatih sendirian di Sirkuit Sentul. Pelatihnya, Puspita Mustika Adya, tak mendampingi dia.
Eh, rekan-rekan yang biasa gowes bareng dalam komunitas Kelapa Gading Bikers Community (KGB) juga absen. Mereka memilih untuk bersepeda ke Puncak Bogor.
M. Fadli tetap berlatih di sirkuit karena dia akan mengajar di sekolah racing miliknya, 43 Racing School.
Setelah melayani foto untuk keperluan dokumentasi Fadli bergegas minta izin untuk pindah tempat. Dia minta ngobrol dilanjutkan ke Sirkuit Karting Sentul yang tak jauh dari sirkuit ini.
“Saya bersepeda ke sana. Ketemu di sana, ya,” ungkap Fadli.
Kami yang mengikuti di belakang Fadli melihat dia sampai beberapa kali berhenti di tengah jalan. Dia membalas sapaan dari pegawai Sirkuit Sentul yang memang sudah jadi tempat bermainnya.
Setibanya di Sirkuit Karting, anak asuh Fadli di 43 Racing School telah menunggu. Mereka sih tak diam-diam saja. Empat rider muda siswa sekolah balap motor milik Fadli itu tengah melakukan pendinginan usai berlatih fisik.
Mereka didampingi pelatih fisik sekolah itu, Gandung Darmoko, juga satu pebalap Honda yang tengah naik daun, Andi Gilang. Sebelum bekerja sama di sekolah balap itu, Gandung telah mendampingi Fadli saat masih membalap.
Tak membuang waktu, Fadli meyenderkan sepedanya dan bergabung untuk turut melakukan pendinginan. Hanya sebentar istirahat, Fadli segera mengambil alih ‘ruang kelas’ yang ada di tepi sirkuit.
Dia memberikan waktu kepada para rider untuk sarapan sembari memberi masukan agar sarapan dilakukan sepraktis mungkin agar tak buang-buang waktu belajar dan latihan.
Aktivitas berlanjut ke briefing awal sebelum rider-rider muda itu mengenakan wearpack dan menjajal motor 600cc.
Dalam kelas balap motor Fadli kali ini, ada empat pebalap yang bergabung. Mereka berasal dari berbagai daerah dengan usia yang berbeda. Paling muda 12 tahun, yang paling senior 19 tahun.
“Keadaan kamu bagaimana? Dari catatan ini kamu baru saja tifus. Kok bisa,” kata Fadli. Dia kemudian membacakan detail catatan kesehatan ketiga rider lainnya.
Setelah itu, Fadli mulai membeberkan evaluasi latihan masing-masing siswanya sehari sebelumnya. Ya, satu-satu dibeberkannya kekurangan dan apa saja yang sudah oke.
“Dalam kelas ini saya memberikan dasar-dasar kepada mereka. Soal suspensi, tekanan angin ban, juga soal setting elektonik motor masing-masing rider itu,” tutur bapak satu anak tersebut.
Latihan berlanjut ke materi praktik. Namun sayang rencana tak bisa dijalankan. Hujan turun begitu deras. Padahal yang tersedia ban kering.
Para rider muda itu pun punya acara bebas. Bercanda dengan sesama rekannya, juga dengan Fadli.
Mereka bicara segala macam. Bukan melulu tentang balap motor. Obrolan bahkan sampai soal hafalan surat-surat Al Quran dan kebiasaan sholat Subuh mereka.
Saat azan Dhuhur berkumandang, Fadli segera mengajak anak asuhnya untuk sholat berjamaah.
Setelah dua jam bergulir, latihan praktik bisa dijalankan. Wearpack kembali dikenakan. Dua mekanik yang bertugas menyalakan motor. Area sirkuit pun kian menjadi bising dengan suara motor-motor besar itu.
Empat rider itu naik ke atas motor, sedangkan Fadli menyiapkan papan kecil untuk alas menulis dan lembar kertas sebagai alat untuk mencatat proses latihan. Fadli mengangkat kursi dan berjalan ke tepi lintasan.
“Biasanya saya pindah kje beberapa titik untuk mengamati mereka,” ucap dia.
Setelah menghabiskan waktu 30 menit para rider menepi. Motor diparkir lagi. Di saat bersamaan makan siang yang dipesan datang.
Fadli meminta anak asuhnya untuk bergegas makan siang, sebab kelas balap akan berlanjut lagi.
“Sore nanti saya juga masih lanjut latihan. Paling di rumah nge-roll sepeda di rumah,” kata Fadli.
Selain itu, dia juga bakal bersenang-senang dengan Muhammad Ali Immamudin, putra semata wayangnya dari pernikahan dengan Diah Asri Astyavi. Kediamannya juga ramai dengan kehadiran empat rider yang tinggal di asrama sebelah rumah utama mereka.
====
Foto-foto: Grandyos Zafna/detikSport
Tidak ada komentar:
Posting Komentar