Kamis, 23 Februari 2017

Sony Dwi Kuncoro Menaruh Kebanggaan dan Masa Depan di GOR Enam Lapangan

Sony Dwi Kuncoro menggenggam harapan dengan memiliki Gedung Olahraga (GOR) miliknya sendiri. Gedung itu sebagai simbol kebanggaan sekaligus tempat dia menitipkan tabungan masa depan.

Kabar menggembirakan dari Surabaya pada Jumat (10/2/2017) menjadi perbincangan di antara mantan-mantan pemain bulutangkis di Jakarta. Pujian diberikan kepada Sony.

"Hebat sekali Sony berhasil membangun GOR dengan uangnya sendiri. Tak banyak yang bisa melakukannya." Begitulah salah satu kalimat yang meluncur dalam perbincangan itu.

Ya, pada tanggal 10 Februari itu Sony meresmikan GOR miliknya. GOR yang sudah diimpikan sejak kecil itu diberi nama Sony Dwi Kuncoro Badminton Hall. Memang agar sangat identik dengan dirinya.

"Ini memang sudah saya siapkan sejak lama. Saya tidak mau sibukkan orang lain, kalau memang ada sponsor ayo tapi selama saya masih siap bikin, saya kerjakan semampunya," kata Sony.

Sony memang membangun GOR itu dari koceknya sendiri. Sedikit demi sedikit Sony mencicil semampunya. Mulai dari membeli tanah kemudian membangun gedungnya hingga diresmikan pada pertengahan bulan ini.

Rencana itu bahkan sudah mulai dibangun ketika dia bisa mendapatkan penghasilan yang lebih konsisten. Yakni, sejak Sony masuk pelatnas di tahun 2001. Setahun kemudian dia pun mulai bisa mereka-reka rencana mendirikan GOR di Surabaya, tanah kelahiran dia.

Barulah di tahun 2010 Sony mulai mengawali mengonkritkan rencana itu. Dibantu ibu mertua, peraih medali perunggu Olimpaide 2004 Athena itu berburu lokasi. Mereka pun mendapatkan tanah seluas 3 ribu meter persegi di Jalan Medokan Asri Tengah VI No. 1, Rungkut, tidak jauh dari lokasi kampus UPN Surabaya. Waktu itu lokasi tersebut belum jadi lokasi incaran. Jauh dari mana-mana.

Sudah punya tanah, Sony tak bisa bersegera membangun gedungnya. Dia masih tinggal di Jakarta karena masih tercatat sebagai pemain pelatnas. Lagipula, Sony beranggapan asal punya tanah lebih dulu urusan membangun gedung bakal lebih mudah.

Barulah di tahun 2012 Sony mulai merancang bangunannya dengan bantuan arsitek. Juga berbelanja material.

Namun, di luar rencana Sony malah terdegradasi dari pelatnas pada tahun 2014. Perubahan status itu otomatis berpengaruh terhadap kantung uang Sony. Pembangunan pun tersendat. Suami Gading Safitri itu menghentikan pembangunan GOR.

"Saya off dulu untuk mengurusi gedung, ambil nafas dulu. Perbaiki mental saya yang drop dulu," ucap Sony.

Setelah mampu menata mental dan keuangan sekaligus, Sony mulai mengerjakan pembangunan gedung itu lagi. Semangatnya untuk segera merampungkan gedung itu semakin membara justru karena dia berada di luar pelatnas.

Putra pasangan putra pasangan Mochammad Sumadji dan Asmiati itu berkaca kepada pengalamannya sendiri. Dia kesulitan mendapatkan lapangan latihan. Jam latihan terbatas karena harus menyewa dan berbagi dengan pengguna lainnya.

Tak hanya itu. Suara sumbang juga turut mendongkrak motivasi Sony untuk segera menyelesaikan gedung itu. "Ada yang bilang kok lama bangun GOR, enggak jadi-jadi," ungkap bapak dua anak itu.

Di saat bersamaan, Sony mulai dapat sponsor. Dia juga memutuskan untuk menjual aset yang dimiliki. Ya motor koleksinya, juga rumah di Cipayung yang persis bersebelahan dengan pelatnas PBSI. Sebuah insentif cukup besar didapatkan ketika secara mengejutkan dia menjadi juara Singapura Terbuka 2015.

"Di luar dugaan GOR ini bisa benar-benar berdiri!" ungkap Sony.

Dia juga tak menyangka GOR itu tak hanya memiliki enam lapangan berkarpet, tapi dilengkapi fasilitas lainnya. Seperti, kafetaria, toko perlatan, dan fasilitas gym, serta toko peralatan bulutangkis. Istimewanya lagi, kawasan Medokan Asri itu kini menjadi area strategis dan makin ramai.

Perhelatan Djarum Superliga Badminton di DBL Arena mulai 19-26 Februari juga menjadi momentum tersendiri bagi GOR milik Sony. Tim-tim kontestan yang membawa pemain top macam Lee Yong Dae, Markis Kido, dll. berlatih di sana.

"Banyak yang sudah latihan di sini. Kapan lagi GOR di Surabaya disinggahi pemain-pemain top. Mungkin kalau GOR di Jakarta wajar, tapi ini di Surabaya," tutur Sony.

Sony mengakui kalau menyangkut ideal atau tidaknya sebuah gedung bulutangkis, GOR tersebut masih memerlukan polesan di sana-sini. Namun, bagaimanapun Sony merasa sudah berhasil menitipkan kebanggaan dia sebagai pemain bulutangkis yang pernah menjadi tumpuan Indonesia di masa jayanya. Dia sekaligus menitipkan etos kerja ayahnya, Sumadji, yang rela melepaskan pekerjaannya untuk melatih bulutangkis anak-anak di sekitar rumahnya.

Sony dengan usia yang sudah 32 tahun, dan akan bertambah pada 7 Juli 2017 ini, sekaligus memanfaatkan GOR itu sebagai investasi masa depannya. Ya, wajar dia mulai memikirkan kehidupan setelah tak lagi jadi atlet. GOR itu dianggapnya sebagai sebuah tabungan untuk dirinya dan keluarga yang dibangun bersama Gading.

Selain itu, Sony berharap keberadaan gelanggang berisi enam lapangan itu bisa menjadi sarana penyalur hobi para pecinta bulutangkis, sekaligus membina anak-anak di lingkungan sekitar.

"Itu kan buat hari tua saya, Mas ya. Jadi biar saya ada simpananlah buat hari tua nanti. Terus yang kedua, memfasilitasi orang-orang yang hobi bulutangkis biar bisa sewa di sana. Terakhirnya ya untuk pembinaan," ujar Sony kemudian tersenyum.

****

Tayang di detikSport, Kamis (22/2/2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar