Senin, 19 September 2016

PB Jaya Raya: Prakarsa Ali Sadikin, Pernah Nyaris Tutup, Lahirkan Juara Olimpiade


PB Jaya Raya merayakan ulang tahun ke-40 dengan peresmian gedung baru mereka. Ada pesan Ali Sadikin, berguru ke China, pernah nyaris tutup, juga gemasnya Ciputra melahirkan lagi juara olimpiade. 


PB Jaya Raya genap berusia 40 tahun pada 17 Juli tahun ini. Perayaan diundur dan dilaksanakan pada tanggal 15 September. Bukan tanpa alasan pesta ulang tahun itu diundur sampai dua bulan.

Pertama, pesta itu sekaligus dibarengkan dengan pelaksanaan turnamen rahunan PB Jaya Raya: Pembangunan Jaya Raya Yonex Sunrise Junior Grand Prix. Partai final digelar Minggu (18/9/2016).

Alasan kedua, pengunduran dari tanggal semestinya yang sekaligus menjadi alasan utamanya adalah dibarengkan dengan peresmian GOR Jaya Raya di Bintaro Jaya. Pesta ulang tahun pun sekalgus dihelat di lokasi GOR baru dengan kapasitas 16 lapangan tersebut.

GOR baru di Jalan Garuda, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan itu akan mendampingi markas PB Jaya Raya selama ini, di GOR Rudy Hartono, kawasan Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Dalam penuturannya Ciputra menceritakan latar belakang dilahirkannya klub bulutangkis Jaya Raya itu, Beberapa mantan pemain dan pengurus klub juga mengenang fakta menarik tentang PB Jaya Raya.

Berikut catatan menarik PB Jaya Raya:

1. Dibentuk atas prakarsa Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin 

PB Jaya Raya lahir pada tahun 1976 atas prakarsa Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Dia meminta agar Ciputra yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pembangunan Jaya untuk membina cabang olahraga sepakbola, atletik, dan bulutangkis. Ciputra memilih berfokus kepada bulutangkis.

"Alasan utama tentunya saya lebih mengenal bulu tangkis. Saat muda saya pernah jadi pemain. Kedua, saya mengenal tokoh-tokoh bulu tangkis saat itu seperti Rudy Hartono dan Ferry Sonneville. Yang ketiga, berdasar perhitungan bahwa dengan struktur tubuh orang Indonesia, olahraga ini lah yang paling berpeluang membawa nama daerah dan negara," tutur Ciputra, owner PB Jaya Raya.

2. Pernah nyaris tutup di tahun 1980-an

Karena goncangan ekonomi di tahun 1980-an, PB Jaya Raya nyaris tutup. Susy Susanti menjadi satu-satunya pebulutangkis yang tetap loyal. Bahkan, Ciputra sudah mengajak bicara kedua orang tua Susy terkait masa depan si pemain.

"Para pemain lain sudah pindah klub karena mendapat tawaran yang lebih bagus. Saya juga mendapatkan tawaran, bahkan sampai dijanjikan mobil. Namun, saya merasa berutang budi kepada Pak Ciputra. Karena itu, saya memilih bertahan karena tidak mau seperti kacang lupa kulitnya," tutur Susy.

Karena Susy pula, Ciputra akhirnya berupaya untuk terus mempertahankan Jaya Raya hingga kini mempunyai GOR baru.

3. Lebih dikenal sebagai kawah candradimuka pebulutangkis putri


Kendati banyak melahirkan para pemain top dari kelompok putra dan putri, PB Jaya Raya lebih dikenal sebagai produsen pemain-pemain putri. Padahal dua emas olimpiade yang diraih oleh pemain Jaya Raya dari kelompok putra. Mereka Candra Wijaya/Tony Gunawan dari Olimpiade Sydney 2000 dan Markis Kido/Hendra Setiawan pada Olimpiade Beijing 2008.

"Seperti sudah jadi sugesti publik ya kalau PB Jaya Raya itu sebagai penghasil pemain putri," kata Susy Susanti yang menyumbangkan emas pertama Indonesia dari olimpiade. Dia mendapatkannya pada Olimpiade Barcelona 1992.

"Sekarang ini dari mana pemain ganda putri terbaik Indonesia? Greysia Polii dan Nitya Krishinda dari Jaya Raya. Dari nomor tunggal dulu Adriyanti Firdasari, Bellaetrix Manuputty juga dari sini. Saya, Mia Audina, dan memang banyak pemain putri nasional berasal sini. Mungkin faktor itu penyebabnya," imbuh dia.

Selain medali emas, Susy dan Mia Audina mempersembahkan perak dan perunggu. Mia mendonasikan perak dari Olimpiade Atlanta 1996 dan perunggu diraih oleh Susy Susanti juga pada Olimpiade Atlanta 1996.

4. Mewajibkan para pebulutangkis tetap bersekolah

PB Jaya Raya bermarkas Ragunan dengan alasan salah satunya agar berada satu kompleks dengan SMP dan SMA Ragunan. Kini, mereka malah mempunyai kurikulum sendiri yang disusun oleh Sekolah Pembangunan Jaya, yaitu sekolah unggulan di wilayah Tangerang Selatan yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Jaya, sebuah yayasan lain di bawah Pembangunan Jaya Grup yang bergerak di bidang pendidikan.

"Waktu itu papa mau saya jadi atlet bulutangkis tapi tetap bersekolah. Nah, di Jaya Raya ini mewajibkan para pemain bersekolah. Mereka memberikan fasilitas gratis sekolah. Malah sekarang sedang dirancang untuk kerja sama dengan universitas. Kan tidak semua pemain jadi juara," kata Adriyanti Firdasari yang kini menjadi pelatih di PB Jaya Raya.

Sementara itu, Ketua Harian PB Jaya Raya Imelda Wiguna, memastikan para pemain mendapatkan ijazah yang dilegalisir oleh Dinas Pendidikan meskipun kurikulum yang dirancang berbeda dengan sekolah reguler.

"Untuk SMP mata pelajarannya hanya enam sedangkan SMA delapan mata pelajaran. Nah, kenapa harus sekolah? Kami punya mimpi agar setelah tak jadi atlet, para pemain ini tetap jadi orang," tutur Imelda.

5. Berguru Sampai ke Negeri China

PB Jaya Raya memanfaatkan koneksi dengan pelatih China yang pernah lama menjadi pelatih pelatnas bulutangkis Indonesia, Tong Shin Fu. Kesempatan itu diambil kala Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan jadi juara dunia di Guangzhou.

Ketua Harian PB Jaya Raya Imelda Woguna, mengajak rombongan klub ke Guangzhou. Salah satu agendanya melongok sekolah bulutangkis yang dimiliki pelatih tim nasional bulutangkis China, Li Yong Bo, di Li Yong Bo School.

"Secara bangunan fisik sekolah tidak nyontek ya, karena Pembangunan Jaya sudah pakarnya untuk urusan ini. Tapi, obrolan dengan Tong Shin Fu soal mengelola sekolah jadi masukan. Utamanya soal pesan dia soal kalau Jaya Raya harus mencari pelatih yang loyal. Awalnya saya anggap pesan biasa, tapi dia mengulang sampai tiga kali. Bahkan saat saya sudah masuk masuk ke mobil dia ulang lagi agar kami mencari pelatih yang loyal," kenang Imelda.

6. Angan-Angan Lahirkan Juara Olimpiade Lagi

Dalam dua olimpiade terakhir, PB Jaya Raya tak berhasil mengantarkan pebulutangkis mereka jadi juara. Di London tahun 2012, Indonesia, juga Jaya Raya, sama sekali tak beroleh emas. Tahun ini, emas olimpiade disumbangkan dua pemain PB Djarum, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.

"Saya tidak mau punya klub yang pemainnya tak dikenal. Saya ingin pengurus klub ini punya visi jauh dan imajinasi tinggi untuk mewujudkannya, yaitu juara Olimpiade," tutur Ciputra.

Susy menerjemahkan keinginan Ciputra itu sebagai sebuah motivasi besar buat Jaya Raya untuk terus menelurkan pebulutangkis-pebulutangkis top dunia.

"Klub sudah memberikan segalanya, baik dana ataupun perhatian. Begitu pula konsistensi dalam membina, apresiasi juga ada. Tapi Jaya Raya belum berhasil meraih emas lagi pada dua olimpiad eterakhir. Makanya menjadi sebuah kerinduan tersendiri buat Jaya Raya untuk mencetak pebulutangkis yang bisa meraih emas olimpiade," tutur Susy.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar