Jumat, 26 Agustus 2016

Yuk, Ngobrol Sama Richard Mainaky setelah Owi/Butet Raih Emas Olimpiade

Richard Mainaky optimisis Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir bakal membayar lunas utang emas di Olimpiade 2016. Dia juga membicarakan rencana perombakan ganda campuran.


Sebagai pelatih pelatnas PBSI di nomor ganda campuran, Richard telah perngelaman dalam enam olimpiade. Dari enam olimpiade itu baru sekali ini Richard merasakan manisnya raihan emas olimpiade dari tiga kali final. Dua final lain berakhir dengan medali perak.

Ada berkesempatan untuk berbincang dengan Richard di pelatnas Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (24/8/2016). Richard menjelaskan momen mendebarkan sejak drawing sampai final hingga rencana masa depan Owi/Butet dan para pemain ganda campuran lainnya.


Berikut obrolan dengan Kak Icad, sapaan karib Richard oleh para pemain besutannya.

Tanya (T): Selamat atas keberhasilan meraih emas. Apakah sudah menduga untuk mendapatkan emas di Olimpiade Rio?

Richard Mainaky (R): Ada. Saya mulai yakin setelah mereka mengalahkan pasangan China (Zhang Nan/Zhao Yunlei) di semifinal. Saya optimistis kalau mereka bisa membawa pulang emas.

T: Seberapa yakin, karena bukan sekali ini saja kan ganda campuran sampai ke final olimpiade?

R: Saya berdoa agar saya tidak lengah, tetap sabar, tidak jemawa atau takabur. Saya harus tenang. Saya berusaha untuk tidak tegang karena sudah hampir pasti juara. Agar lebih tenang saya SMS istri memberikan kabar dan minta doa. Bisa berbahaya kalau saya berlebihan karena bisa-bisa penyampaian instruksi kepada pemain bisa berbeda dan malah bikin grogi pemain.

T: Apa yang dikatakan kepada Owi dan Butet di semifinal dan final?
R: Prosesnya bukan cuma di semifinal dan final. Jujur saja, selama ini saya tidak pernah pakai psikolog, hanya saja saya melihat setelah juara Malaysia 2015 penampikan mereka malah menurun. Termasuk saat tak bisa jadi juara di Indonesia Terbuka. Sebagai pelatih, karena sudah lama, saya bisa jadi psikolog tapi bahasa komunikasinya tetap berbeda. Nah, dari Satlak mempunyai psikolog dan saya memanfaatkannya, ternyata banyak yang positif.

T: Sempat kesulitan tidur tidak pada malam sebelum semifinal dan final?

R: Ha ha ha tidak. Kebetulan saya orangnya tidak pernah sulit tidur.

T: Perubahan apa yang paling signifikan yang dibuat psikolog itu?
R: Banyak hal positifnya. Terutama Butet yang tidak lagi mudah emosi ketika Owi membuat kesalahan di lapangan.

T: Apakah hanya kehadiran psikolog yang membuat perbedaan Owi/Butet?
R: Tidak. Selain itu Butet mau berubah dua bulan menjelang olimpiade. Dia mau menelan latihan denan menu yang sama dengan para pemain muda. Kalau Debby melakukan latihan 10 ronde, Butet juga mau. Dia bsia dengan mudah melakukan cegatan bola di depan net.


T: Jadi sudah puas dengan pencapaian sebagai pelatih?

R: Saya anggap melatih itu pekerjaan saya. Dalam setiap kepengurusan dan saya sebagai pelatihnya, saya selalu berikan yang terbaik. Saya menganggap itu sebagai tanggung jawab kerja saya. Jadi, kalau berhasil biar anak-anak saya, saya tidak perlu.

T: Apakah hasil di olimpiade itu sudah sesuai ekspektasi, kan ganda campuran bisa meloloskan dua ganda campuran ke Rio?
R: Jujur saya ingin mereka ketemu di semifinal dan final. Tapi saat drawing ternyata mereka harus berjumpa lebih dini setelah Praveen dan Debby menjadi runner-up grup.

Baca Juga: Darah Olahraga Keluarga Mainaky



T: Apakah ini kondisi terbaik ganda campuran pada olimpiade yang pernah Anda tangani?

R: Enggak juga. Saat Minarti dan Tri Kus juga, juga waktu Nova dan Butet. Begitu pula olimpiade lainnya, ganda campuran selalu meloloskan wakilnya dan mereka tengah dalam trek yang bagus. Nah, berkaca dari olimpiade-olimpiade itu saya bilang ke Owi jangan jemawa dulu setelah semifinal. Sukses kali ini berkat doa dan tidak jemawa.

T: Apakah olimpiade kali ini lebih tegang?
R: Tidak. Setiap pertandingan itu tegang tapi kali ini saya harus bisa kontrol. Jangan sampai seperti di Indonesia Open sampai saya lempar handuk ke wasit. Waktu itu anak-anak dicurangi dan beban di olimpiade muncul di situ. Wajar, kan. Kalau saya dibilang salah waktu itu, saya memang salah. Tapi, kalau dibilang benar karena membela atlet, ya benar.

T: Dengar-dengar Butet dan Debby berencana pensiun dalam waktu dekat, benarkah?

R: Saya menyayangkan keputusan Debby kalau itu benar. Debby masih muda. Masanya untuk ke olimpiade masih cukup. Atau setidaknya dia bisa bertahan dua atau tiga tahun. Dia terlalu cepat untuk pensiun.

T: Apakah was-was dengan situasi itu?
R: Saya tidak. Saya selalu siapkan generasi berikutnya. Seperti kepada Owi, saya minta Nova Widianto untuk bisa membentuk juniornya sebelum benar-benar pensiun. Setelah Nova pensiun saya tinggal poles sedikit.

T: Apakah cukup waktu untuk memolesnya karena Asian Games 2018 tinggal dua tahun lagi?
R: Butet setahun juara dunia he he he.

T: Kalau begitu sudah siapkan pasangan baru untuk Owi?

R: Yang jelas sih pasti dari permainan, dia harus mendukung karakter Owi. Otomatis pasangan yang dibutuhkan Owi seperti Butet, bagus permainan depannya. Di pelatnas saat ini ada Melati Daeva, Gloria Emanuelle Widjaja, dan Anisa Saufika.

Baca Juga: Mainaky Bersaudara: Meraih Prestasi, Membibit Generasi

T: Berarti setelah ini akan ada perombakan?

R: Mungkin. Kalau Butet masih mau main, dalam artian, dia mau juara lagi bicara Asian Games. Tapi juga dicoba-coba Owi dengan pemain muda. Butet jug amulai dipasangkan dengan pemain muda.

D: Perubahan komposisi itu dimulai kapan?

R: Target terakhir untuk mereka adalah final super series akhir tahun ini. Kita lihat di akhir tahun ya.



*) Pernah dimuat di detikSport, Kamis (25/8/2016) dengan judul 'Richard Mainaky Sudah Yakin Owi/Butet Akan Juara di Rio'.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar