Selasa, 29 Maret 2016

Gagang Sapu yang Melanjutkan Dinasti Angkat Besi Nasution

Sori Enda Nasution tak bisa menutupi kegembiraannya siang itu. Putra sulungnya, Sandow Weldemar Nasution, pulang dan menceritakan pengalaman yang tak biasa.

 

"Ayah, saya bisa angkat besi," kata Sandow kecil. Kalimat pendek itu benar-benar melekat di ingatan Bang Ucok, sapaan karib Sori Enda Nasution, meski kini kejadian tersebut sudah lewat berpuluh tahun lamanya.

Di luar mereka yang berkutat di cabang angkat besi, nama Sori Enda Nasution mungkin kurang familiar terdengar. Padahal pria itu adalah salah satu lifter terbaik yang pernah dipunya Indonesia dengan prestasi di antaranya menembus empat besar Olimpiade Los Angeles 1984. Dalam beberapa tahun terakhir Sori Enda Nasution berada di belakang layar, menjadi pelatih yang memunculkan atlet-atlet berkaliber medali Olimpiade dan Asian Games seperti Fatmawati, Erwin Abdullah dan Heri Setiawan.

Soal anaknya yang akhirnya mau berlatih angkat besi, Sori Enda memang pantas bersuka cita. Maklum, sebelumnya Sandow terlihat kurang berminat ikut latihan angkat besi, yang tempat latihannya berada di rumahnya sendiri. Sori Enda justru membimbing lifter dari daerah lain: titipan provinsi untuk PON ataupun pelatnas ke SEA Games.

Sandow kecil pada awalnya lebih senang menghabiskan waktu bermain freestyle dengan sepeda BMX-nya. Rumahnya yang tak jauh dari sekolah olahraga Ragunan, Jakarta memudahkan kakak Sendy Nasution itu menemukan kawan ber-freestyle.

"Tapi lingkungan memang jadi faktor penting buat anak-anak. Bagaimana saya bisa melepaskan diri dari angkat besi kalau ke depan, ke belakang ke samping kanan atau kiri, seluruh isi rumah membicarakan angkat besi," kisah Sandow menceritakan awal dia mau ikut latihan angkat besi.

Di rumah itu Sori Enda memang sudah menelurkan lifter berkualitas. Fatmawati, Erwin Abdullah dan Heri Setiawan adalah sedikit nama atlet angkat besi andalan Merah Putih yang dibesutnya.

"Saya justru mulai mengangkat besi bukan dari ayah. Pelatih-pelatih lain yang mengajarkannya," lanjut Sandow.

"Ayah sudah mengajarkan angkat besi sejak kecil. Tidak langsung, tapi pakai gagang sapu. Dia mengajarkan teknik-teknik yang benar," sahut Sandow mengenang masa kecilnya.

Totalitas Sandow di cabang angkat besi bisa dibilang mulai muncul saat kelas 1 SMA. Melihat anaknya punya bakat, Sori Enda menanyakan keseriusan putra pertamanya itu. "Saya tantang dia untuk ikut kejuaraan nasional junior. Eh, dia dia siap," kenang Sori Enda.

Kejuaraan nasional junior itu lantas jadi titik awal karier Sandow di cabang olahraga angkat besi. Sandow yang lahir tahun 1981 mulai bisa menikmati ketegangan yang dia rasakan saat belakang dan di atas panggung perlombaan. Lama-lama dia ketagihan mengisi skuat pelatnas.

Jalan yang dipilih Sandow sebagai seorang lifter terbukti tak salah. Dia merebut dua medali emas di SEA Games 2005 dan 2007 saat turun di kelas 77 kg. Sementara di kejuaraan Asia tahun 2007 dia sukses merebut medali perak. Langkah Sandow berikutnya adalah Olimpiade.

Keberhasilan Sandow lolos ke Olimpiade kembali memunculkan keharuan besar dalam diri sang ayah. Apa yang dia lakukan di Olimpiade Los Angeles tahun 1984 diulangi anaknya di Beijing 2008.

Sori Enda Nasution dan Sandow Weldemar Nasution bukan keluarga Nasution pertama yang berkiprah di cabang angkat besi dan memberi prestasi pada negeri ini. Di tahun 1960 Indonesia memiliki Asber Nasution, yang tak lain adalah paman dari Sori Enda Nasution.

Sama seperti Sori Enda dan Sandow Weldemar, Asber juga pernah berlaga di Olimpiade. Dia menjadi wakil Merah Putih pada Olimpiade 1960 di Roma. Atas torehan-torehan bersejarah yang dicatatkan, namanya bahkan diabadikan menjadi nama GOR Asber Nasution di Tebing Tinggi, Sumatera Utara.










Pernah dimuat di detikSport bertepatan Hari Olahraga Nasional 9 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar