Minggu, 02 Januari 2011

Podium Pertama Bagi Nana dan Sinta

Ivana Adelia Irmanto dan Ni Luh Sinta Darmariani menjadi bintang pada pekan pertama Asian Games XV/2010. Mereka menyumbangkan medali untuk Indonesia.

  Keharuan mewarnai gedung angkat besi Guangdong Stadyum Rabu malam
(17/11) lalu. Tak disangka-sangka Ni Luh Sinta Darmariani berhasil
menuai emdali perak di kelas 69kg pada Asian Games (AG) XVI/2010.

  Di atas kertas, Sinta sama sekali tak dijagokan. Total angkatan yang
dimiliki Sinta hanya berada di urutan keempat. Pesaingnya adalah
lifter tuan rumah Tiongkok dan Taiwan.

  Tapi Sinta berhasil membukukan angakatan jauh dari miliknya sendiri dengan total angkatan 137 kg. Hasilnya, Sinta mampu berada di urutan kedua dengan terpaut 4kg dengan peraih medali emas Liu Chunhong dari Tiongkok.

  ’’Saya tak menyangka bisa mendapatkan media perak. Apalagi dengan
total angkatan jauh dari angkatan terbaik saya,” ujar Sinta.

  Firasat untuk mendapatkan medali sama sekali tak dirasakannya. Malam sebelum berlaga, gadis asal Bali itu malah jalan-jalan di mall. Tak ada beban
dan tak ada target pribadi. Tapi justru tak adanya beban menyumbangkan
medali itu membuat SInta tampil rileks. Dia malah menyempatkan diri
untuk jalan-jalan di pertokoan dalam lingkungan perkampungan atlet.

  Tapi rupanya kebiasaan unik Sintalah yang menjadi pembuka berkah.
Peraih medali emas SEA Games XXIV/2007 di Nakhon Ratchasima itu selalu
mengajak salaman Ivana Ardelia Irmanto, atlet yang menyumbangkan medali
perak pertama bagi Indonesia.

  ’’Biasanya ketemu di ruang makan dan sebelum even saya bertemu Ivana dua kali,” kenang Sinta. Pertama saat Ivana usai mednapatkan medali perak. Kemudian yang kedua malam tepat sebelum Sinta berlaga.

  ‘’Saya nggak mau tuh salaman dengan teman-teman yang pada dapat perunggu,” canda Sinta. ’’Syukur bisa ketularan,” imbuh wanita kelahiran 22 Desember 1986 itu dengan gembira.

  Yang lebih membahagiakan Sinta, medali itu membuat dia bisa naik podium AG untuk kali pertama. Empat tahun lalu di Doha, cewek yang sudah berstatus
PNS itu memang meraih perunggu, tapi Sinta tak naik podium.

  Perunggu yang diperolehnya terkait vonis doping kepada lifter
peringkat ketiga dari Myanmar. Pemberitahuan sebagai atlet peraih
perunggu didapat setelah dia berada di Bali, kampong halamannya. Tapi
medali nggak smapai di tangannya, hanya bonus dari pemerintah yang
dinikmati SInta.

  Sama seperti Sinta, Nana, sapaan karib Ivana Adelia Irmanto, juga tak
menyangka jika bisa mendpatkan perak. Yang paling istimewa dia menjadi
penyumbang medali pertama bagi Indonesia. Tak cuma itu, Ivana sama
sekali tak dijagokan menyumbangkan medali. Lolosnya siswa SMA kelas 2
SMA Bopkri itu ke pelatnas saja sudah sangat mepet dengan
keberangkatan ke Guangzhou.

  Nana malah hanya berlatih di Beijing selama satu pekan. Seangkan atlet
wushu Merah Putih lainnya sampai satu hingga tiga bulan. Selama
berlatih di tanah air, boleh dibilang Nana tak mendapatkan polesan
optimal.

  Gurunya di sasana Sinduadi, Jogjakarta Zhao Chang An memiliki
psesifikasi jurus yang berbeda dengan dia. Nana berkonsentrasi pad
ajurus Nanquan alias tangan kosong dan nandao, golok kecil.

  ’’Saya sama sekali tak menyangka menjadi penyumbang medali perak apalagi bisa lebih baik dari para senior,” ujar gadis berlesung pipit itu.

  Malam hari sebelum turun ke lapangan, Nana sempat merasakan tak bisa
tidur. Maklum AG merupakan even multieven Asia pertamanya. Dia juga
belum lama bergabung dengan kelas senior. Belum genap setahun lalu,
sejak Nana tampil di Kanada Terbuka 2009.

  Selain itu dia teringat awal keberangkatannya ke Beijing, saat akan mengikuti pelatnas di Beijing.  Waktu keberangkatan Nana dari Jakarta bertepatan dengan Gunung Merapi  memuntahkan awan panas. Rumahnya di Kaliurang dan Godean termasuk  daerah yang kebagian luncuran awan tersebut.

  ’’Saya sempat ragu untuk berangkat ke Beijing. Tapi pelatih saya
meyakinkan kalau saya lebih baik membulatkan tekad ke Tiongkok dan
berlatih lebih intens. Syukurlah keluarga semuanya baik,” ujar dia.

Pengorbanannya mendapatkan imbalan setimpal. Nana berhasil membawa
pulang medali perak. Hebatnya lagi, dia menuai medali perak AG pada usia yang cukup muda, 17 tahun.(*)

Ini hanya terbit di blogku saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar