Sabtu, 31 Desember 2016

Video Inspiratif Martunis dan Pesan 'Sepakbola Satukan Perbedaan'

Sepakbola bisa menyatukan perbedaan. Bocah kecil Martunis menjadi inspirasi bertahan hidup. Kombinasi dua pesan itu dimunculkan dalam sebuah video pendek ESPN.



Martunis, bocah kelahiran Banda Aceh itu, telah menginspirasi dunia. Bukan karena dia pemain top atau masuk daftar orang terkaya sejagat. Kisahnya yang sanggup bertahan hidup dari bencana tsunami Aceh 2004 mendapatkan ekspos luar biasa lewat sepakbola.

Kisah itu dirangkum dalam video berdurasi 3 menit dan 45 detik. Inspirising Bonding Moments. Begitulah judul yang mengantarkan kisah Martunis.

Tayangan itu dibuka dengan tawaran view pantai dengan hamparan berpasir putih berlatar hutan dan laut biru. Kemudian kaki-kaki bocah tengah memainkan bola di atas pasir itu.

Di tempat lain, mulailah Martunis berkisah. Dia menyebut hobinya waktu kecil. Kemudian narator mengajak penonton untuk menyaksikan dasyatnya bencana yang menimpa Aceh 12 tahun lalu tersebut. Gambaran situasi itu makin mengerikan dengan tambahan narasi jumlah korban jiwanya.

Martunis kecil menjadi salah satu korban becana itu. Martunis yang tengah bermain bola bersama teman-temannya merasakan gempa. Dia memilih langsung berlari pulang dan bergabung dengan keluarganya. Tapi rupanya kondisi di rumah tidak lebih baik. Orang-orang sudah sibuk menyelamatkan diri.

Namun nasib tak bisa ditawar, mereka malah tersapu ombak. Martunis dan keluarga pun terpisah satu dengan yang lainnya. 21 hari setelah tsunami itu, Martunis ditemukan seorang relawan Inggris di area rawa-rawa.

"Saya tidak pernah berpikir apakah saya akan selamat. Saya pikir sudah kiamat," ucap Martunis.

Martunis, bocah yang sanggup bertahan hidup di tengah sapuan tsunami telah menarik perhatian media internasional. Satu tambahan lagi, sebuah jersey timnas Portugal yang dikenakannya membetot perhatian federasi sepakbola Portugal, juga para pemainnya.


Dalam prosesnya, Martunis kemudian diajak ke Portugal untuk berjumpa dengan para pemain timnas Portugal. Nah, dalam kesempatan itulah dia berjumpa dengan Cristiano Ronaldo.

Ronaldo kemudian memberikan perhatian ekstra lewat yayasannya. Ronaldo jadi ayah angkat Martunis.

Hubungan itu tak putus di sana. Yayasan Real Madrid membuka akademi sepakbol asia dini di Banda Aceh.

Ronaldo juga membukakan jalan kepada Martunis untuk bergabung dengan akademi Sporting Lisbon di Portugal selama satu tahun.

"Selalu ada hikmah di balik bencana. Sepakbola telah menyatukan perbedaan, orang ataupun negara," ucap Martunis menutup video tersebut.

Video itu diunggah Kamis (1/12/2016). Hingga hari ini video itu telah ditonton lebih dari 1 juta pengguna facebook dan dibagikan lebih dari 2,3 ribu netizen.

"Dengan keahlian dan kemitraan ESPN, kami berharap video kisah nyata ini menginspirasi anak-anak di belahan dunia," kata Ranjit Gopi, direktur marketing TCL, rekan ESPN dalam pembuatan video tersebut.

Dimuat di detikcom, Selasa (6/12/2016)

Sabtu, 17 Desember 2016

Timnas Tak Juara, tapi Tetap Bikin Bangga

Tim nasional menyudahi AFF Suzuki Cup 2016 sebagai runner-up. Tak cuma menghidupkan harapan, 'Pasukan Garuda' juga membuktikan kepada publik kalau mereka memiliki kolektivitas dan toleransi tanpa batas.

Foto: Rachman/detikcom

Foto-foto pemain timnas yang tengah bertarung di tengah lapangan hijau menjadi santapan sebulan terakhir. Jika mulanya tak ada harapan dan akan maklum saja kalau tersingkir di babak grup, harapan publik terbangun setelah timnas yang dipoles Alfred Riedl ini lolos ke babak semifinal.

Ya, timnas di Piala AFF kali ini memang tak dijagokan untuk bisa melaju jauh. Boleh dibilang timnas cukup meramaikan Piala AFF.

Bukan publik yang membangun situasi itu sendiri, tapi justru induk organisasi sepakbola tanah air yang menyulutnya. Mereka bersama operator liga dan manajemen klub bersepakat membatasi jumlah pemain masing-masing klub untuk dikirimkan ke timnas, maksimal cuma dua. Sebab, liga tetap harus berjalan. Liga tengah kejar tayang harus segera usai.

Riedl juga cuma punya waktu pendek untuk menyusun tim seadanya itu. Kepastian timnas bisa ambil bagian dalam Piala AFF itu cuma didapatkan lima bulan sebelum perhelatan. Tepatnya setelah sanksi FIFA terhadap PSSi dicabut pada pertengahan Mei.

Tapi, ternyata timnas yang seadanya itu menolak menyerah. Mereka melawan dengan kemampuan dan ketidakmampuan mereka di ajang itu.

Timnas berhasil menyemai harapan dalam lubuk hati 250 juta jiwa penduduk Indonesia dengan cara memberikan perlawanan habis-habisan di tengah lapangan. Mereka berbekal semangat untuk membanggakan Merah Putih. Sempat tertinggal, mereka comeback dan memenangi beberapa pertandingan. Termasuk dalam leg pertama final engan Thailand di Stadion Pakansari, Bogor.

Baju kedaerahan dan klub mereka tinggalkan. Perbedaan agama tak dijadikan soal.

Segala perbedaan dan keterbatasan itu dinilai dengan kalmat sederhana khas orang kita: ada hikmah di baliknya. Ya, aturan maksimal dua pemain itu justru menjadi sebuah jalan timnas ini dibentuk dari lebih banyak klub. Dalam timnas ini tak muncul istilah sebuah timnas rasa Persib Bandung, Persipura Jayapura, atau tim lain karena dominannya pemain salah satu klub. Riedl bisa bertepuk dada kalau dia lah pelatih timnas Indonesia yang sebenarnya.


Foto: Rachman/detikcom

Dari contoh kecilnya dari sektor kiper. Dari mana tiga kiper yang ada di timnas kali ini: Kurnia Meiga, Andritany Ardhiyasa, dan Teja Paku Alam? Kurnia Meiga dan Andritany memang lahir di Jakarta tapi mereka identik dengan klub yang berbeda Persija Jakarta dan Arema Malang. Teja kelahiran Painan, Sumatera Barat yang bermain untuk Sriwijaya FC.

Siapa kapten timnas ini? Boaz Solossa seorang kelahiran Sorong dan telah menjadi ikon Persipura. Posisi dan keberadaan Boaz di dalam timnas seolah menunjukkan siapa bilang orang timur tak dapat tempat utama di negeri ini?

Zulham Zamrun dan Rizky Rizaldi Pora berdarah Ternate, Maluku Utara. Lerby Eliandry dari Toraja, Sulawesi Selatan. Evan Dimas, Bayu Gatra, Andik Vermansah, Hansamu Yama sama-sama dari Jawa Timur.

Stefano Lilipaly malah lahir di Utrecht, Belanda. Dia seorang blasteran dari ayah asli Belanda dan ibu dari Ambon.

Andik dan Stefano juga 'pulang' dari klub di tanah orang untuk membela timnas. Andik terdaftar sebagai pemain Slenagor FC, sedangkan Stefano ber-jersey Telstar.

Soliditas dan kolektivitas itu tak cuma tersuguh di tengah lapangan. Mereka juga kompak di ruang ganti dan luar lapangan.

Foto-foto para pemain yang tengah solat berjamaah menjadi hal lain yang diperbincangkan dari timnas ini. Kebetulan pertandingan digulirkan pukul 19.00 WIB, di mana mereka sudah harus berkumpul di stadion sejak saat waktu maghrib.

Yang menarik bukan urusan sholat itu sendiri karena toh memang sudah kewajiban umat muslim untuk menjalankannya. Tapi, dalam beberapa foto terlihat para pemain nonmuslim duduk di belakang mereka yang tengah sholat berjamaah.


Itu saja? Tidak. Beberapa video keasyikan timnas ini juga muncul di media sosial. Mereka berjoget di selasar hotel. Joget-joget itu tidak cuma dilakukan para pemain muda jebolan timnas U-19 yang menjadi juara Piala AFF 2013 bisa jadi memang sudah kompak sejak digenjot oleh Indra Sjafri. Acara joget bareng itu dipimpin oleh Boaz sebagai pemain paling senior di dalam timnas.

Dalam aktivitas beragama itu, para pemain nonmuslim juga bebas ke gereja. Bahkan ketika harus bermain tandang.

Mereka bersatu dalam aksi bela timnas. Itu saja.

Dengan segala hal itu, timnas yang dibangun dengan segala keterbatasan ini tetap menuai acungan jempol meskipun terhenti sebagai runner-up.

Harapan tetap dikibarkan publik kepada mereka menghadapi turnamen-turnamen ke depan. Mereka diharapkan bisa memperbaiki perolehan di SEA Games 2017 Kuaala Lumpur. Memang tak akan semua pemain ini bisa tampil karena ada batasan usia di SEA Games nanti.

Namun tentunya para pemain tak akan sanggup menyandang beban itu sendirian. Pengurus PSSI dituntut lebih serius memelihara dan mengontrol potensi, keberagaman, dan harapan publik. PSSI semestinya tidak bisa cuma membangun timnas yang membanggakan karena daya juangnya. Sudah saatnya PSSI membangun timnas yang membanggakan karena daya juang dan prestasi.

Jangan biarkan Pasukan Garuda tersungkur berulang kali, PSSI!

Rabu, 14 Desember 2016

Satu Sore di Senayan Bersama Rexy Mainaky

Masa depan Rexy Mainaky di PP PBSI belum jelas. Rexy santai menanggapi situasinya.


Ketua umum PP PBSI terpilih, Wiranto, telah mengumumkan kabinetnya. Di antara nama pengurus, tak tercantum nama Rexy yang pada kepengurusan sebelumnya menjabat sebagai ketua bidang pembinaan prestasi. Posisinya diisi mantan pemain nasional lain: Susy Susanti.

Sementara dengan kontrak yang habis akhir tahun ini, nasib Rexy bersama para pelatih masih menggantung. Sebab, hingga saat ini belum ada komunikasi dari pengurus anyar soal masa depan Rexy.

Kami berbincang pada Jumat (9/12/2016) siang hingga petang di seuah cafe di Senayan, Jakarta Pusat. Rexy datang mengenakan polo shirt hitam dengan tas slempang. Rexy datang setengah jam lebih awal dari jam kami janjian bersama satu rekannya, Tony.

Awalnya saya mengajak Rexy untuk kongkow-kongkow, sekadar ngobrol. Soal apa saja. Sebab sebelumnya saya sudah bicara cukup banyak dengan penggantinya di PBSI, Susy Susanti. Kami bicara usai pengumuman kepengurusan PBSI di Senayan.

[Baca Juga: Ketika Susy Susanti Turun Gunung]

Rasanya tidak adil jika tidak mengajak bicara Rexy. Karena PBSI belum mengadakan konferensi pers, saya ajak juga rekan-rekan pewarta lain yang kerap menyambangi markas PBSI di Cipayung.

Sore itu dia menuturkan banyak hal. Kami mengira dia galau dengan ketidakpastian masa depan dia bersama PBSI. ternyata, memang ada sedikit kegundahan yang dirasakannya, namun Rexy bersikap profesional. Sejak awal dia sudah memprediksi situasi ini.

Rexy juga bercerita soal keinginan bikin akademi. Rencana itu sudah jalan 30 persen, ada pemodal juga GOR yang akan dipakai. Kami tak percaya ketika di abilang belum ada satupun negara lain yang menginginkan dirinya untuk menangani timnas bulutangkis mereka.

"Bohong," begitu jawaban soal negara lain itu.

"Kalau bohong, tidak perlu dilanjutkan lagi ngobrolnya, Belum apa-apa sudah enggak percaya," canda Rexy.

Banyak hal yang dia ungkapkan sore itu. Beberapa off the record, sebagian lagi dia blak-blakan dan bersedia dikutip untuk media.

Tanya (T): Saat pengumuman pengurus PP PBSI apakah menyangka nama Mas Rexy tak termasuk di dalamnya?

Jawab (J): Saya sama sekali tak memusingkan posisi saya saat itu. Saya selalu berprinsip posisi bukanlah sebuah hal yang harus dikhawatirkan berlebihan dan dijaga. Bagi saya, posisi adalah tempat saya harus kerja keras dan total.

T: Setelah pengumuman itu dan nama Mas Rexy tak ada di sana apakah ada komunikasi dengan pengurus baru?

J: Tidak ada. Terus terang sampai nama pengurus baru itu keluar, tidak ada pertanyaan dan permintaan apapun. Komunikasi itu tidak ada, tidak hanya kepada saya saja tetapi wartawan pun tidak tahu soal ini.

T: Apakah Anda sakit hati dengan situasi yang mendera ini?

J: Sejak awal saya sudah menyadari bahwa pekerjaan saya ini selalu mengandung risiko. Dengan kondisi yang ada saat ini, saya tak merasa sakit hati. Masing-masing kepengurusan mempunyai gaya sendiri-sendiri. Misalnya, Pak Gita memilih para pengurusnya orang-orang ini, sangat wajar kalau yang ini tidak lagi dipakai pada kepengurusan Pak Wiranto.

T: Lantas bagaimana dnegan program-program yang sudah dibuat Binpres kemarin? Apakah lanjut atau berhenti?

J: Itu kewenangan pengurus saat ini. Kalau mau dilanjutkan silakan kalau tidak ya terserah mereka. Semua sudah dikemukakan saat Munas, mereka menilai berhasil atau tidak. Ada catatannya semua.

T: Kalau sama Pak Gita masih ada komunikasi?

J: Masih terus. Kami banyak berbicara dan tukar pikiran. Bapak Gita itu kan orangnya memang enak diajak ngobrol, karena dia bisa berkomunikasi dengan siapa saja. Istilahnya, sampai kemarin malam saja ada misscalled dari dia, lalu saya telepon balik untuk berbicara. Terus terang Bapak Gita sampai bertanya, "Rexy apa yang bisa saya bantu?"

T: Sejak awal, saat dipanggil pulang ke Indonesia oleh Pak Gita apakah Anda telah siap yang seperti ini?

J: Tidak ada pikiran seperti itu. Terus terang ya, saya sudah terbiasa dengan sistem secara profesional (kontraknya). Saya kerja pertama jadi pemain, sistemnya kan jelas. Dengan menempatkan status kerja artinya ada konsekuensinya yang akan diambil. Jadi ketika Bapak Gita tidak terpilih, ya saya pikir biar saja.


T: Ada alasan lain sampai bisa kuat hati seperti itu?

J: Kalau bicara di Inggris, bukan sombong, Inggris itu tetap ingin mempertahankan saya. Kalau saya tidak mau ke Malaysia, saya pasti sudah di sana terus untuk mengurus tim nasional. Tetapi, saya bilang saya ingin ada tantangan baru, ya mereka mengerti. Jadi istilahnya saya bekerja dan hasilnya ada. Maka mereka mempertahankannya. Kalau di Indonesia kan tidak, kalau kita berhasil belum tentu. Apalagi kalau gagal, ampun-ampun ha..ha..ha.

T: Pada akhirnya kembali ke Indonesia?

J: Pak Gita telepon saya, dia menaruh kepercayaan pada saya. Saya bilang,"Pak, saya tidak minta macam-macam, saya cuma ingin Bapak percaya sama saya atau tidak, kalau Bapak percaya saya datang. Karena saya biasa bekerja dengan kepercayaan. Saya tahu pekerjaan ini ada konsekuensinya, jadi saya tidak pernah bekerja untuk manjaga kursi saya. Lagipula, tanya semua pelatih yang melanglang buana kemana-mana, pasti akhirnya ingin menangani timnasnya sendiri.

T: Dengan kembalinya tradisi emas Olimpiade, bukankah selayaknya Anda dipertahankan?

J: Yang terpenting, dalam kepengurusan saya, saya sudah berhasil mengembalikan tradisi emas di Olimpiade untuk Indonesia. Saya berharap setelah dapat emas daerah-daerah akan kembali termotivasi untuk menelorkan atlet-atletnya, melakukan pembinaan. Biar mereka bisa semangat dan program yang jalan ini untuk mengangkat pelatih-pelatih daerah dan memotivasi mereka.

T: Apa rencana Anda dengan situasi ini?

J: Saya katakan bahawa saya masih enjoy dengan kehidupan saya dulu-lah. Saya berencana membangun akademi, juga ini jadi kesempatan saya untuk dekat dengan keluarga. Bisa sering-sering pulang ke Kuala Lumpur. Istri saya kan tinggal di sana.

T: Jadi baru kali ini istirahat sejak melatih timnas pertama?

J: Saya itu dari Inggris lima tahun, lalu Malaysia tujuh tahun dan Filipina satu tahun. Baru kemudian balik ke Indonesia empat tahun. Jadi lanjut terus belum pernah ada break. Baru kali ini saja.

T: Masih berminat menangani timnas negara lain?

J: Amin kalau ada yang memberi tawaran. Tapi sejauh ini hanya rumor saja soal tawaran itu karena sejauh ini belum ada.Tapi kita kan tidak tahu, waktu kan terus berjalan.

T: Untuk sementara ini rencana mau seperti apa?

J: Ada rencana untuk bikin akademi bersama teman saya. Bos sudah ada, GOR juga ada. Nanti setelah ini saya akan ke Depok untuk membicarakannya lebih lanjut. Kalian kan yang minta saya tetap tinggal di Indonesia?

T: Kalau soal sampai kapan mau terus bergelut dengan bulutangkis?

J: Itu sama artinya seperti menyuruh saya berhenti bersentuhan dengan istri saya ha...ha...ha..


Senin, 05 Desember 2016

Ketika Susy Susanti Turun Gunung

Susy Susanti menerima jabatan sebagai ketua pembinaan dan prestasi PP PBSI periode 2016-2020. Sebuah kejutan hingga Susy bersedia turun gunung.


Mengenakan kemeja putih dan celana panjang warna abu-abu, Susy muncul di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Minggu (4/12/2016) petang. Perempuan 45 tahun itu menghadiri pengumuman susunan pengurus PP PBSI kabinet Wiranto kepada publik di hadapan media.

Saat daftar pengurus dibacakan, nama Susy ada di sana. Dia menjabat sebagai ketua bidang pembinaan dan prestasi. Itu jabatan serupa yang diemban Rexy Mainaky dalam kepengurusan kabinet Gita Wirjawan dari tahun 2012-2016.

Sebuah keputusan yang mengejutkan. Sebab, sejak dia pensiun sebagai pemain pada tahun 1998 Susy memilih untuk menjaga jarak dengan PBSI. Dia lebih senang untuk menjadi penonton dari luar arena.

Lama setelah pensiun itu, Susy mulai mendekat ke PBSI pada 2008. Kala itu, dia menjadi manajer tim Uber yang masa kerjanya cuma beberapa bulan, tidak bertahun-tahun.

Waktu itu banyak yang menilai keputusan Susy menjadi manajer tim Uber cukup gila. Muncul kekhawatiran, pamor Susy bakal turun karena tim Uber diisi pemain-pemain medioker. Bahkan dewa yang memimpin tim itu pun tak akan berhasil. Begitulah kelakar yang muncul mengiringi tim Uber yang main di kandang sendiri.

Dengan skuat yang dipandang sebelah mata, ternyata Susy mampu membawa Maria Kristin dkk. menjadi runner-up dalam ajang yang dihelat di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Tim Uber bertahan lebih lama ketimbang tim Thomas yang tersingkir di babak semifinal, meski ditarget minimal sebagai finalis.

Keberhasilan itu membuat banyak pihak meminta Susy untuk turun langsung menangani pemain, sebagai pelatih ataupun pengurus PBSI. Namun, Susy bersikukuh untuk tetap menjaga jarak dengan PBSI.

Susy sedikit luluh saat diminta Gita untuk masuk kepengurusannya. Namun, Susy meminta agar tak duduk sebagai pengurus yang harus ngantor di Cipayung sehari-hari. Dia pun menerima posisi sebagai staf ahli.

Diminta langsung oleh Gita dan situasi yang memang tengah genting-- Indonesia gagal mempertahankan emas Olimpiade--Susy bersedia masuk jajaran pengurus. Namun, bukan sebagai pejabat teras.

Waktu itu, istri Alan Budikusuma tersebut dipercaya mengisi posisi staf ahli pembina dan prestasi. Jabatan ini tak masuk kategori pengurus harian, jadi ke Cipayung sesekali tak masalah.

Kini, tim formatur meminta Susy lebih intens bersama-sama PBSI. Setelah diyakinkan beberapa kali oleh tim formatur, Susy akhirnya menerima tugas sebagai kabid binpres untuk empat tahun ke depan.

Sebuah langkah strategis memang untuk merekrut Susy dalam barisan pengurus teras. Selain punya pengalaman di bidangnya, PBSI bisa memetik keuntungan lain. Dia kerap berkeliling negara-negara bulutangkis semasa memasarkan produk apparel miliknya.

Dengan bisnisnya itu, Susy punya hubungan dekat dengan federasi bulutangkis negara lain dengan cara yang lebih luwes, tidak formal. Karena masih berkutat pada apparel bulutangkis, Susy juga tetap bisa membaca peta kekuatan bulutangkis dunia. Dia pun mengenal secara personil para para pengurus dan pelatih negara-negara lain lewat cara di luar lapangan.


Susy sendiri punya pertimbangan matang untuk menerima tugas tersebut.

"Sering (untuk diminta jadi pengurus), hanya saja pada periode sebelumnya saya ingin berfokus membesarkan anak-anak saya dan usaha saya. sekarang dua anak saya sudah bersekolah di Australia dan yang paling kecil duduk di bangku SMP. Saya rasa inilah waktunya," ucap Susy.

Selain itu, selama menjadi staf ahli PBSI, Susy menjadi lebih paham perkembangan regenerasi bulutangkis Indonesia yang terseok-seok. Utamanya pada kelompok spesialisnya, tunggal putri.

Susy tak bisa lagi menahan kegemasannya untuk mencetak pemain tunggal putri yang mumpuni. Dia tak sampai hati menyaksikan juara-juara nomor ini muncul dari negara-negara yang baru mengenal bulutangkis, seperti Carolina Marin dari Spanyol. Dia ingin pemain tunggal putri Indonesia muncul lagi di deretan papan atas peringkat dunia.

Tugas yang tampaknya bakal sangat berat untuk Susy sekalipun. Peringkat para pemain tunggal putri saat ini sebagai gambaran. Selain itu, berkaca pada tataran super series laju para pemain tunggal putri tak cukup awet.

Soal itu bahkan sampai muncul kelakar sebagai campuran kritik dan kerinduan dari para jurnalis olahraga. Utamanya jurnalis media cetak atau TV yang punya halaman dan slot terbatas dalam tayangan berita. Mereka harus memprioritaskan mewartakan hasil tunggal putri dalam partai-partai awal.

"Khawatir si ini dan si anu segera tersingkir, nanti keburu mereka tersingkir dan tidak ada kabar tentang tunggal putri." Begitulah guyonan itu.

Susy menyadari tugas berat itu. Susy telah menyiapkan sejumlah rencana untuk mendongkrak prestasi semua sektor yang ada di pelatnas plus perencanaan untuk mengandeng klub dan pengprov PBSI. Termasuk barisan pelatih yang akan dipertahankan ataupun dicoret.

Juga tercantum poin-poin kerja jangka pendek dan jangka panjang. Salah satu yang krusial adalah membangun lagi pelatnas pratama. Susy akan menggodok lagi para pemain usia 15 tahun hingga 19 tahun di Cipayung.

Soal sport science, Susy telah mempunyai gambaran besar. Dengan pengalaman pernah berhubungan dengan pengembangan sport science di Jerman--kala dia menjadi atlet--, Susy akan mengombinasikan poin ini dengan pengalaman dia sebagai seorang atlet. Lagi-lagi soal teknologi, Susy biasa kerkutat karena dia juga dituntut mengembangkan raket terbaik untuk para pebulutangkis.

Rencana-rencana itu disusun Susy dalam lembaran-lembaran kertas HVS setebal 80-an halaman. Masih cukup sederhana memang. Belum ada tanggal dan durasi kerja. Juga dana yang dibutuhkan untuk mewujudkannya.

"Ini perlu bicara dengan jajaran pengurus lain," ucap perempuan bernama lengkap Lucia Francisca Susy Susanti itu.


Ya, Susy memang tak bisa bekerja sendirian. Dia butuh bidang-bidang lain agar rencana di atas kertas HVS itu bukan hanya angan-angan atau malah susunan doa.

Pengurus PBSI periode 2016-2020 juga semestinya menyadari jika langkah merekrut Susy dalam kepengurusan punya risiko lebih besar ketimbang tanpa menyertakan namanya. Bukan cuma soal prestasi bulutangkis di level dunia, tapi juga tetap menjaga nama besar Susy sebagai legenda bulutangkis yang namanya masuk dalam buku rekor dunia.

Bukan cuma terhadap pengurus Susy berharap program kerjanya mendapatkan dukungan, dia, dengan amat rendah hati, mengutarakan harapan kepada publik untuk membantu tugasnya.

"Saya meminta dukungan masyarakat Indonesia dan insan-insan bulutangkis dan mereka yang mempunyai pengalaman untuk memberikan masukan apapun. Saya berharap sekali di kemudian hari, satu atau dua tahun ada perubahan yang lebih baik, khususnya tunggal putri yang sedikit terpuruk ini bisa menelorkan bibit-bibit baru, tidak cuma menyamai saya, tapi lebih bagus lagi," tutur Susy.

Selamat bekerja, Susy!