PB Djarum membangun pusat pelatihan bulutangkis di Kudus, Jawa Tengah seideal mungkin. Termasuk penyediaan kebutuhan makanan untuk para atlet dan barisan pelatih, sampai-sampai ada menu khusus untuk ‘anak kurus’.
Pekan lalu bersama rombongan dari Jakarta, saya berkesmepatan bertandang ke markas PB Djarum di Jalan Jati, Kudus, Jawa Tengah. Disambut GOR dengan 16 lapangan latihan plus asrama dengan desain modern, saya juga berbincang dengan koki PB Djarum, Susilo.
Pukul 04.00 WIB, dapur di PB Djarum mulai sibuk. Dua petugas sudah meracik jus sebagai salah satu menu di sela-sela latihan pagi. Berselang 30 menit kemudian dua koki lain mulai menyiapkan menu sarapan.
Susilo, 41, tinggal menyesuaikan. Dia mengisi bagian yang bolong. Toh, menu sudah disiapkan di awal bulan. Mereka juga bukan tim yang baru.
“Saya sudah 10 tahun menangani dapur Djarum. Sudah biasa memulai kerja dari pagi dan bersama-sama tim,” kata Susilo yang ditemui detikSport di Kudus, Jawa Tengah belum lama ini.
Tim dapur bukan hanya mereka berempat. Ada satu lagi, dokter gizi, yang selalu memantau kecukupan nutrisi para pemain PB Djarum.
Mereka tidak hanya bertugas menyediakan asupan makanan yang cukup nutrisi, tapi juga sesuai selera para pemain dan pelatih. Soal yang kedua, Susilo tak kesulitan. Sebagai lulusan sekolah boga, dia punya banyak daftar menu makanan yang bervariasi.
“Sebulan sekali ada pertemuan dengan dokter gizi untuk evaluasi. Apakah menu yang sudah diberikan satu bulan lalu disukai atau tidak. Kami juga bertanggung jawab terhadap pemantauan berat badan atlet,” kata Susilo.
Agar memudahkan pemantauan, Susilo menyusun atlet dalam beberapa kategori sesuai kelompok umur dan penanganannya. Di antara kelompok-kelompok itu, ada satu grup yang menarik, yakni kelompok “anak kurus”.
Dari daftar yang dimiliki Susiolo saat ini, ada sembilan anak yang masuk kategori tersebut. Mereka mendapatkan penanganan khusus dengan tambahan makanan di luar jadwal normal.
“Kategori ini kebanyakan diisi dari atlet-atlet kelompok umur di bawah 15 tahun dan baru masuk. Mereka sulit sekali makan. Makanya kami tambah dengan makanan ringan empat sampai lima kali sehari,” tutur Susilo.
“Untuk kategori anak kurus ini kami tak bisa menangani sendirian. Kami bekerja sama dengan pelatih. Utamanya untuk membujuk si anak agar mau menaati jadwal makan,” imbuh dia.
Menurut Maria Kristin Yulianti, pelatih tunggal putri U-13 PB Djarum, persoalan itu memang seolah jadi tradisi. Setiap tahun ada saja anak-anak yang masuk kategori ‘anak kurus’.
“Ada lo anak-anak yang sampai menyembunyikan makanan di bawah piring. Bisa jadi mereka tidak doyan, utamanya sayur. Tapi kami kan memantau terus dan kami bujuk dengan segala cara agar anak-anak menghabiskan makanan yang sudah disediakan,” ucap Maria.
Saat ini, PB Djarum dihuni 77 atlet dan 13 pelatih. Untuk memenuhi makan seluruh personal itu, Susilo biasanya menyiapkan sekitar 30-40 kilogram beras per hari. Kebutuhan beras di pagi hari paling sedikit, paling hanya 10 sampai 15 kilogram karena atlet dan pelatih diberi pilihan roti tawar dan sereal.
Beras untuk makan siang dan malam biasanya masing-masing waktunya butuh 15-20 kilogram. “Untuk sayur dan lauknya bervariasi. Biasanya satu kali makan kami sediakan dua macam sayur dan satu macam lauknya. Buah selalu ada,” ucap dia.
Sebagai gambaran, lanjut Susilo, untuk memenuhi makan siang timnya harus menyiapkan ikan hingga 14 kilogram atau udang dengan jumlah yang sama. Untuk ayam kampung biasanya mencapai 25 ekor.
Sayur juga bervariasi. Hari ini sayur lodeh, besok sayur asam. Dan bisa berganti dengan sop. Suplemen dan vitamin disediakan di ruang makan yang ada di seberang dapur dan tepat di belakang GOR.
Bagaimana kalau atlet bosan dengan menu makanan dna ingin jajan di luar?
“Kalau ingin jajan di luar tidak masalah, asalkan mereka menghabiskan jatah makanan yang sudah disediakan. Para atlet juga dibekali pengetahuan soal risiko makan di luar,” jelas Susilo.
Pernah dimuat di detikSport atau bisa dibaca di dapur PB Djarum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar