Air mata Susy Susanti terus mengalir setelah pengalungan medali emas Olimpiade 1992 di Barcelona. Air mata itu sudah menjadi selayaknya kartu pos yang cantik kala itu dan abadi hingga kini.
Pengembalian bola yang terlalu kencang dan out oleh pebulutangkis Korea Selatan, Bang Soo Hyun, menjadi penentu kemenangan Susy. Ia menutup laga final di Pavello de la Mar Bella dengan angka meyakinkan: 5-11, 11-5, 11-3.
Susy bersorak. Dia mengangkat kedua tangan, tapi tak lama, sebelum berjalan ke tengah dan mengajak jabat tangan lawan.
"Luar biasa bahagia. Kemenangan itu bukan hanya untuk saya semata, tapi untuk Indonesia," kata Susy mengenang sukses dirinya di Barcelona 23 tahun lampau itu.
Apalagi, final itu memang final ideal. Susy menghadapi musuh bebuyutannya.
"Cita-cita untuk meraih emas ada. 'kan waktu itu saya ranking 1 dunia. Tapi kalau yakin dapat emas, tidak yakin. Saya bertekad tampil di sana dan bertanggung jawab dengan latihan keras," jelas wanita asal Tasikmalaya, Jawa Barat, itu.
Apalagi, lanjut dia, kala itu di Barcelona-lah bulutangkis untuk pertama kalinya dipertandingkan. Susy tak ingin membuang kesempatan itu.
Kegembiraan tersebut tak berhenti di sana. Di semifinal putra, dua wakil Indonesia melaju ke final. Medali emas sudah pasti di tangan. Alan Budikusuma akan menghadapi Ardi B. Wiranata. Alan yang kala itu berpacaran dengan Susy, juga sukses meraih emas. Julukan pengantin Olimpiade pun melekat kepada mereka.
Perbedaan benua dan waktu tak menghalangi masyarakat Indonesia untuk mendukung lewat televisi atau siaran radio. Sungguh, sebuah kabar menggembirakan. Dari Sabang sampai Merauke merayakan suka cita itu. Ibarat sebuah kartu pos nan cantik yang dikirimkan dari Barcelona buat masyarakat Indonesia.
Tangis Susy di atas podium makin deras makin deras seiring berkumandangnya lagu Indonesia Raya dan dikereknya bendera 'Merah Putih'.
"Persiapan selama empat tahun dan makin intens pada dua tahun terakhir terbayar tuntas," ucap Susy.
Padahal kalau disimak, persiapan Susy dan skuat Indonesia di Barcelona bukan hanya empat atau dua tahun itu. Mereka adalah ksatria-ksatria di ajang internasional.
Susy mencuri perhatian sejak masih junior. Dia menjadi juara nasional junior di tiga nomor sekaligus. Di tataran dewasa, Susy memainkan lakon sebagai protagonis saat final Piala Sudirman menghadapi Korea Selatan. Ia kehilangan gim pertama dan juga sempat tertinggal 6-10 di gim kedua, tapi bisa menyelesaikan laga itu dengan kemenangan.
Sebelum itu, Susy menahbiskan diri sebagai juara tunggal putri All England di usia 19 tahun. Susy juga yang menjadi tumpuan ketika Indonesia merebut Piala Uber di hadapan pendukung sendiri pada 1994.
"Saya juga tidak tahu apa keistimewaan saya. Pukulan saya biasa saja, tapi mungkin saya ulet. Ke manapun bola akan saya kejar," kata Susy.
Selain itu, Susy tak pernah berhenti untuk mengoreksi diri. Ibu tiga anak itu selalu memegang teguh prinsip hidup yang menurut dia juga amat sederhana.
"Kita bisa karena biasa. Berlatih terus dan lakukan berulang-ulang," kata perempuan 44 tahun itu.
Pernah dimuat di detikcom pada 10 Desember 2011
Pengembalian bola yang terlalu kencang dan out oleh pebulutangkis Korea Selatan, Bang Soo Hyun, menjadi penentu kemenangan Susy. Ia menutup laga final di Pavello de la Mar Bella dengan angka meyakinkan: 5-11, 11-5, 11-3.
Susy bersorak. Dia mengangkat kedua tangan, tapi tak lama, sebelum berjalan ke tengah dan mengajak jabat tangan lawan.
"Luar biasa bahagia. Kemenangan itu bukan hanya untuk saya semata, tapi untuk Indonesia," kata Susy mengenang sukses dirinya di Barcelona 23 tahun lampau itu.
Apalagi, final itu memang final ideal. Susy menghadapi musuh bebuyutannya.
"Cita-cita untuk meraih emas ada. 'kan waktu itu saya ranking 1 dunia. Tapi kalau yakin dapat emas, tidak yakin. Saya bertekad tampil di sana dan bertanggung jawab dengan latihan keras," jelas wanita asal Tasikmalaya, Jawa Barat, itu.
Apalagi, lanjut dia, kala itu di Barcelona-lah bulutangkis untuk pertama kalinya dipertandingkan. Susy tak ingin membuang kesempatan itu.
Kegembiraan tersebut tak berhenti di sana. Di semifinal putra, dua wakil Indonesia melaju ke final. Medali emas sudah pasti di tangan. Alan Budikusuma akan menghadapi Ardi B. Wiranata. Alan yang kala itu berpacaran dengan Susy, juga sukses meraih emas. Julukan pengantin Olimpiade pun melekat kepada mereka.
Perbedaan benua dan waktu tak menghalangi masyarakat Indonesia untuk mendukung lewat televisi atau siaran radio. Sungguh, sebuah kabar menggembirakan. Dari Sabang sampai Merauke merayakan suka cita itu. Ibarat sebuah kartu pos nan cantik yang dikirimkan dari Barcelona buat masyarakat Indonesia.
Tangis Susy di atas podium makin deras makin deras seiring berkumandangnya lagu Indonesia Raya dan dikereknya bendera 'Merah Putih'.
"Persiapan selama empat tahun dan makin intens pada dua tahun terakhir terbayar tuntas," ucap Susy.
Padahal kalau disimak, persiapan Susy dan skuat Indonesia di Barcelona bukan hanya empat atau dua tahun itu. Mereka adalah ksatria-ksatria di ajang internasional.
Susy mencuri perhatian sejak masih junior. Dia menjadi juara nasional junior di tiga nomor sekaligus. Di tataran dewasa, Susy memainkan lakon sebagai protagonis saat final Piala Sudirman menghadapi Korea Selatan. Ia kehilangan gim pertama dan juga sempat tertinggal 6-10 di gim kedua, tapi bisa menyelesaikan laga itu dengan kemenangan.
Sebelum itu, Susy menahbiskan diri sebagai juara tunggal putri All England di usia 19 tahun. Susy juga yang menjadi tumpuan ketika Indonesia merebut Piala Uber di hadapan pendukung sendiri pada 1994.
"Saya juga tidak tahu apa keistimewaan saya. Pukulan saya biasa saja, tapi mungkin saya ulet. Ke manapun bola akan saya kejar," kata Susy.
Selain itu, Susy tak pernah berhenti untuk mengoreksi diri. Ibu tiga anak itu selalu memegang teguh prinsip hidup yang menurut dia juga amat sederhana.
"Kita bisa karena biasa. Berlatih terus dan lakukan berulang-ulang," kata perempuan 44 tahun itu.
Pernah dimuat di detikcom pada 10 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar