Minggu, 28 Februari 2016

Setelah Properti, Liliyana Natsir Geluti Bisnis Refleksi

Liliyana Natsir mulai menggeluti bisnis jasa refleksi keluarga. Pasangan Tontowi Ahmad itu memanfaatkan ruko miliknya di daerah Gading Serpong, Tangerang.


Liliyana memang gemar berinvestasi. Sejak lama peraih perak Olimpiade 2008 di nomor ganda campuran itu terjun ke bisnis properti. Dari sekadar mengikuti anjuran keluarga, Butet--sapaan karib Liliyana Natsir--pun serius mengembangkan usaha jual beli rumah atau ruko.

Kini, Liliyana mulai membuka usaha baru. Dia baru saja membuka refleksi keluarga 'Nine' di Ruko L'Agricola Blok C5 dan C6, Gading Serpong, Tangerang.

"Ruko memang punya saya. Sebelumnya saya sewakan setelah sewa habis saya kepikiran untuk buka usaha refleksi. Saya kan doyan dan biasa refleksi," kata Liliyana, Sabtu (27/2/2016).

"Saya all out menyiapkan semuanya. Dari desain interior, konsepnya, sampai pemilihan terapis. Saya juga memperhatikan aspek detailnya, sampai ke kebersihan misalnya, juga pikirkan terapis harus memakai seragam agar pelanggan tak salah orang kalau mau minta ini itu," ucap dia.

Liliyana menggabungkan dua ruko menjadi satu. Dari fasilitas yang ada, ruko tiga lantai itu bisa menampung 40 pelanggan. Ada bagian refleksi, shiatsu, Thai-massage, dan pijat tradisional. Yang mengasyikkan, Liliyana memisahkan bagian pijat perempuan dan laki-laki pada lantai yang berbeda. Juga tersedia ruangan VIP yang memuat empat anggota keluarga dan terpisah dari pelanggan yang lain.

Untuk menjamu pelanggan, Liliyana tak segan memandu para tamu yang datang. Dia juga tak menolak untuk sekadar foto bersama.

"Di bulutangkis saya memang juara dunia, tapi di bisnis ini bukan. Cuma senang dan bahagianya setara jadi juara ketika ada pelanggan yang datang dan puas dengan pelayanan di sini," tutur Liliyana kemudian tertawa.

"Kalau pemilihan 'Nine' itu karena angka sembilan memang saya banget. Sembilan kan tanggal lahir saya, juga bulan lahir saya. Saya malah belum mau menggunakan nama Liliyana Natsir karena belum tentu saya akan dikenal publik seperti saat ini," ucap pemain kelahiran Manado 9 September 1985 itu.

Semoga lancar ya bisnis barunya, Liliyana!

Pernah dimuat di detikSport, Minggu (28/2/2016)

Rabu, 24 Februari 2016

Susy Susanti: Sebuah 'Kartu Pos' nan Cantik dari Barcelona

Air mata Susy Susanti terus mengalir setelah pengalungan medali emas Olimpiade 1992 di Barcelona. Air mata itu sudah menjadi selayaknya kartu pos yang cantik kala itu dan abadi hingga kini.



Pengembalian bola yang terlalu kencang dan out oleh pebulutangkis Korea Selatan, Bang Soo Hyun, menjadi penentu kemenangan Susy. Ia menutup laga final di Pavello de la Mar Bella dengan angka meyakinkan: 5-11, 11-5, 11-3.

Susy bersorak. Dia mengangkat kedua tangan, tapi tak lama, sebelum berjalan ke tengah dan mengajak jabat tangan lawan.

"Luar biasa bahagia. Kemenangan itu bukan hanya untuk saya semata, tapi untuk Indonesia," kata Susy mengenang sukses dirinya di Barcelona 23 tahun lampau itu.

Apalagi, final itu memang final ideal. Susy menghadapi musuh bebuyutannya.

"Cita-cita untuk meraih emas ada. 'kan waktu itu saya ranking 1 dunia. Tapi kalau yakin dapat emas, tidak yakin. Saya bertekad tampil di sana dan bertanggung jawab dengan latihan keras," jelas wanita asal Tasikmalaya, Jawa Barat, itu.

Apalagi, lanjut dia, kala itu di Barcelona-lah bulutangkis untuk pertama kalinya dipertandingkan. Susy tak ingin membuang kesempatan itu.

Kegembiraan tersebut tak berhenti di sana. Di semifinal putra, dua wakil Indonesia melaju ke final. Medali emas sudah pasti di tangan. Alan Budikusuma akan menghadapi Ardi B. Wiranata. Alan yang kala itu berpacaran dengan Susy, juga sukses meraih emas. Julukan pengantin Olimpiade pun melekat kepada mereka.

Perbedaan benua dan waktu tak menghalangi masyarakat Indonesia untuk mendukung lewat televisi atau siaran radio. Sungguh, sebuah kabar menggembirakan. Dari Sabang sampai Merauke merayakan suka cita itu. Ibarat sebuah kartu pos nan cantik yang dikirimkan dari Barcelona buat masyarakat Indonesia.

Tangis Susy di atas podium makin deras makin deras seiring berkumandangnya lagu Indonesia Raya dan dikereknya bendera 'Merah Putih'.

"Persiapan selama empat tahun dan makin intens pada dua tahun terakhir terbayar tuntas," ucap Susy.

Padahal kalau disimak, persiapan Susy dan skuat Indonesia di Barcelona bukan hanya empat atau dua tahun itu. Mereka adalah ksatria-ksatria di ajang internasional.

Susy mencuri perhatian sejak masih junior. Dia menjadi juara nasional junior di tiga nomor sekaligus. Di tataran dewasa, Susy memainkan lakon sebagai protagonis saat final Piala Sudirman menghadapi Korea Selatan. Ia kehilangan gim pertama dan juga sempat tertinggal 6-10 di gim kedua, tapi bisa menyelesaikan laga itu dengan kemenangan.

Sebelum itu, Susy menahbiskan diri sebagai juara tunggal putri All England di usia 19 tahun. Susy juga yang menjadi tumpuan ketika Indonesia merebut Piala Uber di hadapan pendukung sendiri pada 1994.

"Saya juga tidak tahu apa keistimewaan saya. Pukulan saya biasa saja, tapi mungkin saya ulet. Ke manapun bola akan saya kejar," kata Susy.

Selain itu, Susy tak pernah berhenti untuk mengoreksi diri. Ibu tiga anak itu selalu memegang teguh prinsip hidup yang menurut dia juga amat sederhana.

"Kita bisa karena biasa. Berlatih terus dan lakukan berulang-ulang," kata perempuan 44 tahun itu.


Pernah dimuat di detikcom pada 10 Desember 2011

Selasa, 23 Februari 2016

Ito Comeback karena 'Gatal' Tangani Tim

Garuda Bandung menjadi tim pertama Fictor Gideon Roring setelah sempat memutuskan mundur sebagai pelatih klub basket Indonesia. Apa alasan dia comeback?



Ito --sapaan karib Fictor Gideon Roring—terakhir menangani Satria Muda di tahun 2011, sebelum menukangi Indonesia Warriros selama setahun kemudian. Setelah itu, dia mengucapkan 'sayonara' ke basket Indonesia untuk mengikuti istrinya, Ellen Tuwaidan, ke Singapura.

"Di sana (Singapura) saya tidak melatih tim manapun. Rasanya gatal untuk bisa melatih lagi," kata Ito di Hall A Basket Senayan, Jakarta, kemarin.

Sejak tahun lalu ia kembali ke tanah air, memboyong pula istri kedua anaknya, Nathaniel Vitya Roring dan Anastasia Katryna Roring, ke Jakarta. Kala itu ia diminta PP Perbasi untuk menangani timnas basket Indonesia di SEA Games 2015, dan perak berhasil diraih.

Setelah timnas dibubarkan, Ito berniat kembali ke Singapura. Tapi, kebetulan pekerjaan istri kembali ke Jakarta.

"Pas beberapa klub meminta saya untuk jadi pelatih. Di antara banyak pilihan itu saya paling pas dengan manajemen Garuda yang diisi orang-orang muda," tutur pria kelahiran Manado, 18 Desember 1972, itu.

Ito paham benar jika situasi Garuda dan klub lamanya, SM, amat berbeda. SM menjadi salah satu tim terkuat di persaingan basket nasional. Sementara, Garuda menjadi tim papan tengah dan sekadar pengganggu di eranya.

Pergantian manajemen dan materi pemain saat ini juga masih kalah dengan Aspac, SM, Pelita Jaya, dan CLS Knights Surabaya. Situasi itu tak menyurutkan semangat Ito. Sebaliknya, dia justru tertantang untuk memoles Garuda agar berkembang menjadi sebuah tim kuat setara SM yang selama tujuh tahun dipolesnya.

Ito juga tak terganggu dengan perbedaan fans di Hall A Gelora Bung Karno, Senayan. Ketika SM tampil, stadion selalu penuh dengan sporter, sebaliknya kini dia tak mendapatkan dukungan khusus dari luar lapangan.

"Bukan berarti saya sok-sokan, saya realistis. Dengan pemain yang ada dan aturan yang membolehkan naturalisasi persaingan akan berat. Saya butuh waktu untuk membuat tim ini ke papan atas. Saya tidak akan membuat owner tim ini kecewa," tekad Ito.

Pernah dimuat di detikcom 15 Januari 2015